HUKUM ghibah dalam Islam termasuk dosa. Ghibah yaitu memperbincangkan mengenai hal positif ataupun negatif mengenai orang lain yang tidak ada kehadirannya diantara yang memperbincangkannya. Jika dilihat dari segi istilah, ghibah berarti pembicaraan antar sesama muslim tentang muslim lainnya dalam hal keburukan atau kejelekan.
Ghibah sendiri berbeda dengan dusta, sesuatu yang diperbincangkan dalam ghibah memang benar adanya.
BACA JUGA: Ghibah, Penyakit Hati
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah ﷺ menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (H. R. Muslim)
Hukum Ghibah
Hukum ghibah dalam islam telah disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12).
Hukum ghibah dalam islam sudah termasuk dalam dosa besar, sebagaimana Imam Al-Qurthubi ungkapkan dalam kitab Al Jami’ li Ahkam Alquran, bahwa ghibah sama dengan dosa zina dan dosa besar lainnya. Sedangkan menurut Hasan Al Bashri, melakukan ghibah dapat lebih cepat merusak agama dibandingkan dengan penyakit yang menggerogoti tubuh.
Bahaya Ghibah
Ghibah juga dapat membahayakan baik untuk orang yang dibicaraka dan diri sendiri hingga masyarakat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya riba yang paling bahaya adalah berpanjang kalam (ucapan) dalam membicarakan (keburukan) seorang muslim dengan (cara) yang tidak benar.” (H. R. Abu Daud).
Hadits riwayat Ahmad dari Jabir bin Abdullah; “Kami pernah bersama Nabi tiba-tiba tercium bau busuk yang tidak mengenakan. Kemudian Rasulullah ﷺ berkata; ‘Tahukah kamu, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang mengghibah (menggosip) kaum mukminin.”
BACA JUGA: Sikap Orang Muslim Mendengar Orang Lain Ghibah
Bahaya dan hukum ghibah dalam islam salah satunya adalah mendapat murka Allah SWT
Jika kita berghibah maka sama saja kita telah menghina makhluk ciptaan Allah SWT. Dan selain itu kita juga telah melanggar larangan nya. Sehingga pantas saja jika kita mendapat kemurkaan dari Allah SWT. Tidak ada balasan kepada orang yang telah mendapat kebencian dan kemurkaan Allah SWT kecuali siksa neraka.
Selanjutnya bahaya ghibah dalam islam adalah melenyapkan amal ibadah seorang mukmin.
Jika kita berghibah, tanpa kita sadari bahwa telah menghapuskan sendiri kebaikan-kebaikan yang ia miliki. Maka dengan itu ghibah dapat melenyapkan amal ibadah kita.
Ghibah yang diperbolehkan
Hukum ghibah dalam islam dan menfitnah itu sama-sama keharaman. Namun demikian adapun ghibah yang diperbolehkan jika tujuannya yang syar’i.
BACA JUGA: 10 Obat Penyakit Ghibah
Terdapat enam keadaan yang diperbolehkan untuk ghibah:
- Mengadu tindak kezaliman kepada pihak berwajib.
- Meminta bantuan agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan mengembalikan orang yang berbuat kemungkaran tersebut kejalan yang benar.
- Meminta fatwa kepada seorang mufti.
- Mengingatkan kepada saudara kita atau kepada kaum muslimin terhadap suatu kejelekan, contohnya mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadist.
- Membicarakan seseorang yang telah berani terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat, bukan pada masalah lainnya.
- menyebut oran lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya. []
Oleh: Andika Murdanto
SUMBER: DALAM ISLAM | MUSLIM