Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
BIASANYA akhir tahun ajaran sekolah, sebelum pengambilan rapor, banyak ortu yang memberikan hadiah kepada walikelas. Apakah guru diperkenankan menerima?
Pemberian seseorang murid kepada gurunya setelah dia lulus, bagi rapor, atau naik kelas sebagai bentuk terima kasih JIKA adalah INISIATIF muridnya sendiri atau walinya bukan permintaan guru,
dan ini adalah bentuk pemuliaan dan penghargaan atas jerih payahnya adalah boleh, jika memang tidak ada larangan secara khusus dalam peraturan sekolah.
BACA JUGA: Hukum Menghadiahkan Pahala Bacaan Quran untuk Orang yang Sudah Meninggal
Namun hadiah kepada guru, jika diberikan sebelum penilaian atau kenaikan kelas, agar guru “terganggu” keputusannya. Atau untuk mengambil hati guru sehingga siswa tersebut diistimewakan, ini tidak boleh. Ini risywah (sogokan).
Syaikh Muh Shalih al Munajjid berkata:
أما إذا كان كانت الهديَّة مقابل جهدٍ وعملٍ قام به الشافع ؛ فلا حرجَ في أخذها
Adapun jika hadiah itu diberikan karena kesungguhan kerja orang yang menolong, maka tidak apa-apa dia mengambil hadiah tersebut. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 220599)
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:
فلا شيء فيما فعلتم من إهداء لذلك المدرس، بل أنتم مأجورون على ذلك ـ إن شاء الله ـ والقاعدة: أن هدية الطالب إلى المدرس إن سلمت من غرض سيئ يصاحبها، لم يحرم على الطالب بذلها، ولا على المدرس أخذها.
Tidak masalah apa yang Anda lakukan berupa memberikan hadiah kepada guru tersebut, bahkan Anda mendapatkan pahala atas hal itu – Insya Allah- sesuai kaidah:
“Hadiah seorang pelajar kepada gurunya jika aman dari tujuan yang buruk pelakunya, tidaklah haram bagi pelajar itu melakukannya, begitu pula bagi pihak gurunya.”
BACA JUGA: Hukum Mengambil Upah Mengajar Alquran
وأما إن لم تسلم من ذلك، كأن تكون بقصد محاباته في رفع درجاته في الامتحان، أو لإعطائه ميزة على حساب غيره، فلا تجوز؛ لأنها حينئذ من باب الرشوة
Ada pun jika tidak aman dari hal itu, seperti ada maksud agar rangking hasil ujiannya dinaikkan, atau agar pemberian itu membuatnya istimewa di atas orang lain, maka ini tidak boleh. Karena, saat itu, hal tersebut termasuk kategori risywah.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 284881)
Demikian. Wallahu a’lam. []