JUAL-beli ‘Urbun (bai’ al-‘Urbun) adalah suatu sistem atau bentuk jual beli dimana pembeli membayar sejumlah uang (uang muka) untuk menunjukkan keseriusan dalam melakukan transaksi jual beli.
Jika jual beli tersebut dilanjutkan, maka uang muka tersebut akan menjadi bagian dari harga barang yang diperjual belikan, sehingga pembeli hanya menggenapkan atau melengkapi kekurangan dari harga barang. Namun jika transaksi jual beli dibatalkan, maka keseluruhan uang muka menjadi milik calon penjual dan sedikitpun tidak dikembalikan kepada calon pembeli. Dalam istilah yang lebih populer jenis jual beli seperti ini sering disebut dengan “jual beli dengan sistem uang hangus”.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw melarang jenis jual beli ini, sebagaimana dijelaskan oleh para sahabat; “Naha Rasulullah SAW ‘an bai’ al-‘Urbun” (Rasulullah saw telah melarang jual beli ‘Urbun).
BACA JUGA: Hukum Jual Beli saat Azan Jumat
Jenis jual beli ini termasuk yang diharamkan karena penuh dengan kezaliman, rekayasa serta mengambil hak orang lain secara bathil dan dapat merugikan pihak lain. Sebab pada prinsifnya uang muka merupakan hak milik pembeli, sehingga jika terjadi pembatalan transaksi karena faktor-faktor tertentu, maka uang muka harus dikembalikan kepada calon pembeli, karena pembeli tidak mengambil sedikitpun dari barang yang sedang ditransaksikan.
Namun jika pembatalan itu dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang dibenarkan dan dapat merugikan pihak calon penjual, maka calon penjual dapat meminta kompensasi yang wajar menurut kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan dikhianati.
BACA JUGA: Berapa Banyak Keuntungan Jual Beli yang Dianjurkan dalam Islam?
Hal ini juga berlaku pada bisnis transportasi yang banyak ditemukan dewasa ini, seperti; seseorang memesan travel beberapa hari sebelumnya untuk tujuan tertentu, namun sehari atau pada saat jadwal pemberangkatan tiba si calon penumpang membatalkan secara sepihak dengan alasan tertentu. Maka pihak pemilik jasa travel merasa dirugikan oleh calon penumpangnya karena bangku yang sudah dipesan tidak dapat diberikan (dijual) kepada pemesan lainnya karena sudah terlanjur dipesan oleh calon penumpang pertama. Konsekwensinya adalah terjadi kekosongan yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik jasa travel tersebut.
Terhadap kasus seperti ini, pemilik travel dapat mengambil sebagian dari uang muka (seperti; 25% atau 50%) sebagai kompensasi terhadap kerugian yang dideritanya. Atau pihak pemilik jasa travel dapat membuat regulasi (peraturan) yang ditempelkan atau dipublikasikan sehingga diketahui oleh para calon penumpang, bahwa jika terjadi pembatalan pada hari pemberangkatan maka akan dipotong sebesar 25% atau lebih dari uang muka atau dari tarif yang telah ditentukan. []
SUMBER: MUHAMMADIYAH