ZAMAN sekarang ini semuanya telah serba canggih. Salah satunya dalam hal jual beli. Kini, jual beli tidak perlu bertatap muka, melainkan dalam jarak jauh pun bisa. Ya, melalui internet semua itu dapat dilakukan.
Selain memudahkan jual beli, tentu jual beli lewat internet ini memiliki banyak kelemahan. Dalam Islam jual beli perlu melakukan muamalah. Nah, dapatkah kita melakukan hal itu sedangkan jarak menjadi penghalang. Dan bagaimanakah posisi hukum ijab dan qabulnya?
Menurut sosiolog Islam, Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya (l/54) bahwa manusia berkarakter dasar sebagai makhluk sosial dan berperadaban yang membutuhkan pergaulan sosial.
BACA JUGA: Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
Ha ini memunculkan konsekuensi adanya transaksi muamalah serta pertukaran barang dan jasa. Muamalah ini memerlukan prinsip-prinsip hukum samawi yang mengatur semuanya itu agar sesuai dengan sunnatullah, keharmonisan dan keadilan sosial.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Imam Asy-Syathibi dalam al-Muwafaqat, II/7, 259, Imam al Ghazali, dalam Ihya’ Ulumuddin, II/59, Ibnu ‘Asyur dalam Muqashid Asy-Syariah, hal. 176 dan Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam al-Halal wal Haram fil Islam, hal-137).
1 Asas kerelaan dari semua pihak yang terkait (‘An Taradhin). (QS. an-Nisa’: 29).
Hadits nabi SAW, “Sesungguhnya transaksi jual beli itu harus atas dasar kerelaan,” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan al-Baihaqi).
Oleh karena itu, menurut Imam al-Qurthubi, setiap transaksi yang dilakukan karena unsur paksaan dan tekanan tidak sah (Tafsir al-Qurthubi, II/ 32) kecuali jika kepentingan umum atau negara membutuhkan adanya transaksi jual-beli barang atau jasa dengan harga standar terutama karena adanya faktor pelanggaran etika bisnis seperti penimbunan sembako. (Imam Ibnul Qayyim dalam Ath-Thuruq al-Hukmiyah, hal. 279).
2 Larangan praktik penipuan, kecurangan dan pemalsuan
Hal ini termasuk memakan harta orang lain secara batil, maka transaksinya batal demi hukum. (QS. al-Muthaffifin: 1-5, Al-Anfal: 27, An-Nisa’: 29).
Oleh karena itu, Nabi SAW sangat mengecam parktik berbagai kecurangan tersebut dalam segala bentuk dan media bisnisnya dengan sabdanya, “Barang siapa yang melakukan penipuan ia bukan termasuk golongan kami,” (HR. Muslim).
Termasuk dalam hal ini adalah sumpah, janji, iklan, penawaran dan promosi dengan barang jasa atau pun harga palsu. Sabda Nabi SAW, “Wahai para pembisnis jauhilah kebohongan,” (HR. ath-Thabrani).
Salah seorang dari tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah SWT pada hari kiamat adalah orang yang menjual komoditinya dengan cara berbohong (HR. Muslim).
Ketika seorang arab Badui melewati rombongan sahabat dengan membawa kambing dan ditawar dengan tiga dirham ia mengatakan, “Demi Allah tida saya akan menjualnya dengan tiga dirham.”
Namun, kemudian ia menjualnya juga dengan harga tersebut kepada orang lain, maka Nabi SAW mengatakan, “Orang itu lebih menjual akhirat daripada dunianya,” (HR. Ibnu Hibban).
BACA JUGA: Jual Beli yang Halal Lebih Sulit daripada Bertempur di Medan Perang
3 Tidak melanggar ikatan tradisi, prosedur, sistem, konversi, norma, kelaziman dan kebiasaan bisnis yang berlaku (‘urf)
Tentunya, tradisi bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti praktik riba dan spekulasi. (Dr Musthafa Az-Zarqa’ dalam al-Fiqh al-Islami fi Tsaubihil Jadid I/ 57).
Hal ni berdasarkan kaidah fiqih: “Tradisi yang berlaku d kalangan pebisnis diakui sebagai komitmen lazim yang mengikat,” (Ibnu Nujaim, al-Asybah wan Nadzhair, 99).
4 Berdasarkan niat dan itikad yang baik serta menghindarkan kelicikan dan akal-akalan (moral hazard) dengan mencari celah hukum dan ketentuan yang seharusnya
Nabi SAW bersabda,”Janganlah kalian melakukan pelanggaran seperti kelakuan kaum Yahudi, yaitu kalian membolehkan larangan dengan muslihat apa pun.”
Mental culas seperti ini dilakukan kaum Yahudi terhadap larangan Allah berupa lemak bagi mereka. Lalu, mereka menjadikannya minyak dan dijualnya kemudian memakan hasil penjualannya, maka Allah melaknat mereka. (HR. Bukhari dan Muslim).
5 Deal (kesepakatan) transaksi dilangsungkan dengan serius, konsekuen, komit dan konsisten, tidak boleh main-main dan mencla-mencle
Sebab, menurut Nabi SAW, umat Islam itu terikat dengan perjanjian dan kesepakatan yang mereka lakukan. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Keenam: Transaksi harus berdasarkan prinsip keadilan dan toleransi (QS. An-Nahl: 90, al-Baqarah: 280). Nabi SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati seseorang yang berlaku toleran jika menjual, membeli, menuntut dan menunaikan kewajiban,” (HR. Bukhari).
BACA JUGA: Sibuk Jual Beli Tapi Lupa Ibadah (1)
6 Tidak dibolehkan melakukan transaksi dengan cara, media dan objek transaksi yang diharamkan Islam baik barang maupun jasa, seperti; riba (bunga), menimbun, ketidak pastian objek transaksi (gharar), makan dan minuman haram, segala hal yang menjurus pelanggaran moral dan sebagainya
Selain itu, selama transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah maka ketentuan Islam berlaku fleksibel, dinamis dan inovatif dalam hal muamalat. Karena, Allah menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya yang diberi mandate dan kebebasan untuk melakukan pemakmuran bumi dengan mengikuti petunjuk-Nya. []
Sumber: Majalah Saksi Edisi Kawin Lagi, Nafsu atau Dakwah? Bulan Januari Tahun 2000
BERSAMBUNG