BEBERAPA hari yang lalu ada seorang kawan yang mengirimkan sebuah rekaman video shalat berjama’ah yang berlangsung di suatu masjid di daerah Depok. Dalam video tersebut, ada seorang makmum yang tiba-tiba jatuh – mungkin karena sakit tertentu –. Saat beliau terjatuh, beberapa orang makmum sempat ragu antara membatalkan salat dan keluar dari jama’ah untuk menolong orang tersebut, dan antara tetap melanjutkan salatnya bersama imam. Padahal saat jatuh, orang tersebut masih bergerak-gerak. Artinya masih hidup dan ada kemungkinan bisa diselamatkan jiwanya jika segera ditolong.
Akhirnya mereka lebih memilih untuk melanjutkan salatnya bersama imam. Dan kabar terakhir yang kami dapatkan, orang tersebut meninggal. Semoga husnul khatimah, amin. Dari kasus ini ada yang bertanya, bolehkah seorang membatalkan salatnya dan keluar dari jama’ah untuk menolong orang tersebut?
Perlu untuk diketahui, bahwa membatalkan ibadah wajib -termasuk salah satunya salat wajib- setelah seorang masuk di dalamnya (telah mulai) tanpa adanya udzur syar’i (alasan yang dibenarkan syari’at) merupakan perkara yang terlarang dengan kesepakatan ulama. Karena membatalkannya tanpa adanya alasan, merupakan perbuatan sia-sia yang berlawanan dengan kehormatan ibadah. Allah berfirman:
وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Janganlah kalian membatalkan amalan-amalan kalian.”[QS. Muhammad : 33].
BACA JUGA: 4 Gangguan Setan saat Kita Shalat
Adapun membatalkannya dengan adanya alasan syar’i, seperti untuk membunuh ular karena membahayakannya, menyelamatkan harta, menyelamatkan jiwa, dan yang semakna dengan hal ini, baik dilakukan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, maka merupakan perkara yang disyari’atkan. Bisa bersifat anjuran, bahkan bisa sampai wajib. [Al-Mausu’ah : 34/50-51].
Hal ini berdasarkan kisah sahabat Mu’adz bin Jabal –radhiallahu ‘anhu- yang mengimami kaumnya dengan bacaan yang terlalu panjang. Akhirnya ada salah seorang makmum yang keluar dan membatalkan salatnya, lalu dia salat sendiri. Untuk bacaan yang terlalu panjang saja, bisa menjadi sebab seorang dibolehkan keluar dan membatalkan salat wajib, apalagi selainnya yang lebih urgent. Seandainya tidak boleh, tentu nabi ﷺ akan melarangnya. Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w.676 H) menyatakan :
وَإِنَّمَا يَدُلُّ عَلَى جَوَازِ قَطْعِ الصَّلَاةِ وَإِبْطَالِهَا لِعُذْرٍ
“Hadis di atas menunjukkan akan bolehnya memutus dan membatalkan salat (wajib) karena adanya udzur (alasan syar’i).” [Syarah Shahih Muslim : 4/182].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) berkata :
إذَا دَخَلَ فِي صَلَاةٍ مَفْرُوضَةٍ فِي أَوَّلِ وَقْتِهَا حَرُمَ عَلَيْهِ قَطْعُهَا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَإِنْ كَانَ الْوَقْتُ وَاسِعًا هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوصُ وَبِهِ قَطَعَ الْأَصْحَابُ
“Apabila sseorang telah masuk dalam salat fardhu di awal waktu, haram baginya untuk membatalkannya tanpa ada alasan walaupun waktunya luas. Ini merupakan pendapat madzhab (Syafi’i) dan telah dinyatakan secara jelas serta telah dipastikan oleh ashab (para ulama syafi’iyyah).” [Al-Majmu’ : 2/315].
BACA JUGA: Beberapa Tata Cara Shalat Wanita yang Sedikit Berbeda dengan Laki-laki
Oleh karena itu, dalam kasus yang ditanyakan, apabila seorang membatalkan salat wajibnya untuk memberi pertolongan kepada salah satu jama’ah yang jatuh terkapar, maka dibolehkan. Karena termasuk upaya untuk menyelamatkan nyawa orang lain, dan ini termasuk salah satu alasan syari’i. Ini untuk salat wajib. Adapun untuk salat sunah, maka lebih dibolehkan lagi. karena menurut madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah, seorang boleh membatalkan salat sunahnya walaupun tanpa ada alasan. Akan tetapi dianjurkan untuk menyempurnakan. Hal ini berdasarkan riwayat :
الْمُتَنَفِّل أَمِيرُ نَفْسِهِ
“Orang yang melakukan ibadah nafilah (sunah) merupakan pemimpin untuk dirinya sendiri.” [HR. At-Tirmidzi : 3/100 dan dishahihkan oleh beliau ].
Artinya, seorang yang sedang melakukan ibadah nafilah (termasuk salat sunah), memiliki kekuasaan penuh terhadap ibadah yang dia lakukan. Mau disempurnakan atau dibatalkan, itu terserah dia.
Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani