HUKUM memelihara jenggot apakah termasuk wajib atau sunah? Benarkah jenggot harus dipelihara dan tidak boleh dicukur?
Larangan mencukur jenggot memang berkaitan dengan sunah. Banyak hadis yang menyebut bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan agar membiarkan (tidak mencukur) alias memelihara jenggot.
Apa saja hadisnya?
Berikut beberapa hadis yang berisi perintah tentang memelihara jenggot tersebut:
BACA JUGA: 5 Manfaat Jenggot yang Disunahkan
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bedakanlah diri kamu dari orang-orang musyrik, biarkanlah jenggot dan rapikanlah kumis.”
Disebutkan bahwa apabila Ibnu Umar melaksanakan ibadah haji atau umrah, beliau menggenggam jenggotnya, yang berlebih (dari genggaman tersebut) lantas ia potong.
Lantas, apakah perintah, “Biarkanlah jenggot!” dalam hadis tersebut bermakna perintah wajib? Atau, hanya bersifat anjuran (nadab)?
Hukum memelihara jenggot
Ulama Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa makna perintah tersebut hanya bersifat anjuran, bukan wajib. Jadi, mencukur jenggot hanya dikenai makruh. Berikut teks dari kitab ulama kalangan Syafi’iyah terkait pendapat tersebut:
“Makruh hukumnya mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathali, juz VII, hal 58)
“Sesungguhnya mencukur jenggot itu makruh, meskipun dilakukan oleh laki-laki dewasa. Bukan haram.” (Imam al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khatib, juz XII, hal 273)
“(Masalah cabang): disini mereka sebutkan tentang jenggot dan lainnya, ada beberapa perkara yang makruh, diantaranya adalah mencabut dan mencukur jenggot.” (Imam Ibnu Hajar al-Haitsami, Tuhfat al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz IV, hal 202)
BACA JUGA: Hukum Mencukur Habis Jenggot
Al Qadhi’iyadh dari Mazhab Maliki juga memiliki pendapat serupa. Dia berkata, “Makruh hukumnya mencukur, memotong dan membakar jenggot.” (Imam Zainuddin al-Iraqi, Tharhu at-Tatsrib, juz II, hal 49)
Syekh Jad al-Haq, Grand Syaikh Al-Azhar menjelaskan, ulama berbeda pendapat tentang perintah membiarkan jenggot. Ada yang menganggapnya wajib, sunah, dan ada pula yang menilainya sebagai nadab (anjuran).
Lebih lanjut, ia menerangkan, terdapat beberapa hadis yang menganjurkan membiarkan jenggot dan memeperhatikan kebersihan, seperti hadis-hadis yang menganjurkan menggosok giig (bersiwak), memotong kuku dan kumis. Sebagian ahli fikih memahami hadis-hadis perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli fikih menyebutnya sunah; orang yang melakukannya mendapat pahala dan yang tidak melakukannya tidak dihukum.
Tidak ada dalil yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu munkar atau haram, selain hadis-hadis khusus yang terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan diri dengan orang-orang Majusi dan musyrik. Perintah dalam hadis tersebut sebagaimana ada yang memahaminya mengandung makna wajib, juga mengandung makna sekedar anjuran kepada yang lebih utama.
Menurut Syekh al-Jud, kebenaran yang dianjurkan sunah yang mulia dan adab Islami dalam masalah ini, bahwa masalah pakaian, makanan, dan bentuk fisik, tidak termasuk dalam ibadah (mahdhah) yang seorang muslim mesti mewajibkan diri mengikuti cara nabi dan para sahabat. Akan tetapi, dalam hal ini, seorang muslim mengikuti apa yang baik menurut lingkungannya dan baik menurut kebiasaan banyak orang, selama tidak bertentangan dnegan nash atau hukum yang tidak diperselisihkan.
BACA JUGA: Bakteri di Jenggot, Bisa Jadi Anti-Biotik?
Terkait kebiasaan dan tradisi, Syekh Ali Jum’ah, Mufti Mesir, menguatkan pendapat di atas. Menurutnya, jika hal itu terkait kebiasaan dan tradisi, maka itu menjadi indikasi yang mengalihkan makna perintah wajib kepada makna perintah anjuran.
Jenggot itu termasuk dalam kebiasaan an tradisi. Para fuqaha menganjurkan banyak hal, padahal dalam nashnya secara jelas adalah bentuk perintah, karena berkaitan dnegan kebiasaan dan tradisi. Misalnya dalam hadis berikut:
“Rubahlah uban. Janganlah kamu menyamakan diri dengan orang Yahudi.” (HR Tirmidzi)
Bentuk kata perintah dalam hadis tersebut jelas dan serupa dengan hadis perintah memelihara jenggot. Akan tetapi, karena merubah uban bukanlah suatu perbuatan yang diingkari di tengah masyarakat, maka itu tidak dilakukan. Para fuqaha berpendapat bahwa merubah uban itu hukumnya dianjurkan, tidak diwajibkan.
Dulu, para ulama bersikap keras soal pemakaian topi dan dasi. Bukan karena perbuatan memakain topi dan dasi itu bentuk kekafiran, melainkan karena perbuatan tersebut mengandung makna kekafiran pada masa itu. Berbeda halnya,ketika pemakiannya sudah menjadi tradisi. Tidak seorang pun ulama yang mnegkafirkan orang yang memakai dasi atau topi.
BACA JUGA: Manfaat Jenggot Dunia Akhirat
Demikian juga dengan hukum terkait jenggot. Pada masa salaf, semua orang baik yang kafir maupun muslim, semuanya memanjangkan jenggot. Tidak ada alasan untuk mencukurnya. Oleh sebab itu, ulam berbeda pendapat. Ada jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot. Ada pula yang menyatakan hal itu sebagai sunah, tidak berdosa bagi seseorang yang mencukurnya.
Mengingat tradisi telah berubah, maka menurut mazhab Syafi’i, mencukur jenggot itu hukumnya makruh. Sedangkan hukum memelihara jenggot adalah sunah. Bagi yang memelihara jenggot, pahala baginya. Namun, tetap harus memperhatikan tampilan yang baik dan menjaganya tetap rapi sebagaimana seorang muslim diajarkan tentang merawat diri dan menjaga kebersihan. []