APA hukum memutihkan gigi dalam Islam? Apa diperbolehkan dengan alasan untuk jadi cantik atau ganteng?
Siapa yang tak ingin tampil menawan? Tentu, kecantikan untuk wanita misalnya, sejatinya hanya untuk suaminya jika ia sudah menikah. Meski banyak pula wanita yang rela tampil cantik di muka umum demi mendapat pujian orang.
Salah satu cara yang dilakukan untuk tampil cantik adalah melakukan pemutihan gigi atau bleaching. Bleaching gigi bahkan menjadi tren gaya hidup bagi seseorang yang ingin tampil menawan.
Bleaching atau teknik pemutihan gigi bisa dilakukan dengan beberapa cara. Biasanya menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gel pemutih gigi, pasta gigi, hingga obat kumur. Lalu apakah boleh seorang Muslimah melakukan pemutihan gigi?
BACA JUGA: 5 Bahan Alami Ini Bisa Putihkan Gigi
Islam pada dasarnya mencintai kebersihan dan keindahan. Karena itu, Islam menganjurkan umat Islam untuk menjaga kebersihan dan senantiasa bersih dalam segala hal.
Hukum Memutihkan Gigi dalam Islam, Termasuk Menjaga Kebersihan
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum kamu mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS Al-Baqarah [2]: ayat 222).
Termasuk menjaga kebersihan diri adalah menjaga kebersihan gigi dan mulut. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk menjaga kondisi gigi dan mulut dengan bersiwak.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Siwak membersihkan mulut dan membuat ridha Allah.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, an-Nasa`I, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi).
Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasulullah ﷺ bersabda, “Kalau saja tidak memberatkan umatku, akan aku suruh menggunakan siwak setiap akan shalat.”
Hukum Memutihkan Gigi dalam Islam, Siwak dan Sikat Gigi
Siwak dan sikat gigi menjadi cara seseorang untuk menjaga kesehatan dan kebersihan gigi. Sehingga, gigi yang kotor dan berwarna kuning justru harus dibersihkan.
Memutihkan gigi sendiri tidak termasuk mengubah ciptaan Allah ‘Azza wa Jalla yang masuk kategori haram. Sebab, gigi pada dasarnya berwarna putih.
Jika tindakan memutihkan gigi sendiri tak masalah, yang harus diperhatikan adalah metodenya. Menjaga kebersihan gigi agar tampak putih dengan bersiwak tentu dibolehkan. Bahkan, bernilai sunah muakad karena dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ.
Hukum Memutihkan Gigi dalam Islam, Perhatikan Efek Bleaching
Namun, jika menggunakan teknik bleaching, harus benar-benar diperhatikan dampaknya terhadap kesehatan. Memutihkan gigi dengan teknik bleaching ternyata bisa menyebabkan gigi sensitif karena menggunakan bahan-bahan kimia.
Menurut Profesor Linda C Niessen MD dari A&M Health Science Center Baylor College of Dentistry, Dallas, gigi yang sensitif akibat pemutihan dengan bahan kimia berarti proses tersebut kurang aman.
Setelah melakukan bleaching, bisa muncul efek seperti kesemutan ringan pada gigi saat mengonsumsi minuman dingin atau panas. Artinya, jika hal itu terjadi, sensitivitas pada gigi meningkat. Hal ini juga disebabkan adanya abrasi pada lapisan gigi.
BACA JUGA: 8 Bahan Alami Redakan Sakit Gigi
Jika hal itu terjadi, melakukan bleaching sebaiknya tidak dilakukan. Karena justru merusak kesehatan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.”
Hukum Memutihkan Gigi dalam Islam, Siwak sama dengan Sunnah
Maka dibanding berbagai teknik lain, sangat dianjurkan menjaga kesehatan gigi dengan bersiwak. Selain bisa memutihkan gigi, juga bernilai sunnah.
Seperti yang disabdakan Rasulullah ﷺ, “Hendaklah kamu bersiwak, sebaik-baiknya sesuatu adalah siwak. Menghilangkan lubang, memudahkan keluarnya dahak, menajamkan pandangan, menguatkan gusi, menghilangkan bau, memperbaiki pencernaan, meningkatkan derajatnya di surga, menyenangkan malaikat, membuat ridha Allah, dan membuat benci setan.” (HR Abdul Jabbar Al-Khaulani). Wallahu a’lam. []
SUMBER: HALHALAL