AKHIR-AKHIR ini ada kejadian yang muncul kepermukaan dan banyak dikomentari oleh banyak orang. Kejadian tersebut berkaitan dengan status hukum mencium tangan atau kaki seseorang. Di masyarakat kita, terkhusus di Jawa, mencium tangan sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Biasanya hal ini dilakukan kepada seorang yang lebih tua, atau memiliki keutamaan, atau memiliki kelebihan, atau memiliki jasa yang besar. Seperti seorang anak kepada orang tuanya – terkhusus ibu -, atau kepada guru, atau pemimpin, atau yang semisalnya.
Mencium kaki, juga juga dilakukan oleh sebagian orang, seperti seorang anak mencium kaki ibunya, atau pernah ada kejadikan seorang ustadz mencium kaki seorang anak yang hafidz Qurlan. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum masalah ini?
BACA JUGA: Hukum Mencium Tangan
Telah diriwayatkan dari Shafwan bin ‘Assal –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata:
قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ فَقَالَ صَاحِبُهُ: لَا تَقُلْ نَبِيٌّ، إِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ كَانَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ، فَأَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَاهُ عَنْ تِسْعِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ. فَقَالَ لَهُمْ: «لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالحَقِّ، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ، وَلَا تَسْحَرُوا، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً، وَلَا تُوَلُّوا الفِرَارَ يَوْمَ الزَّحْفِ، وَعَلَيْكُمْ خَاصَّةً اليَهُودَ أَنْ لَا تَعْتَدُوا فِي السَّبْتِ»، قَالَ: فَقَبَّلُوا يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ. فَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ
“Seorang Yahudi berkata kepada temannya : “Bawa kami pergi kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- !”. Temannya menjawab : “Jangan kau katakan nabi, jika dia mendengarnya, dia akan kegirangan.” Maka keduanya mendatangi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- lalu mereka bertanya tentang sembilan ayat bayinat (keterangan)*. Maka Beliau berkata kepada mereka : “Janganlah kalian menyekutukan Allah, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar, janganlah kamu berbicara buruk kepada seorang yang tidak memiliki dosa, jangan melakukan sihir, jangan makan riba, jangan menuduh wanita baik-baik melakukan perbuatan keji (zina), jangan lari dari medan perang di hari pertemuan dua pasukan, dan khusus bagi kalian orang-orang Yahudi, jangan melakukan penyerbuan/agresi di hari Sabtu.” Dia (Shafwan bin ‘Assal) berkata : “Maka MEREKA MENCIUM KEDUA TANGAN DAN KAKI BELIAU –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, seraya berkata : “Kami bersaksi, sesungguhnya engkau seorang nabi.” [HR. At-Tirmidzi : 2733. Imam At-Tirmidzi mengatakan : Ini hadis hasan shahih].
Hadis ini menunjukkan akan bolehnya mencium tangan dan kaki seorang yang memiliki keutamaan seperti kedudukan yang mulia, atau agama, atau ilmu, dalam rangka untuk memuliakannya. Karena nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- membiarkan kedua orang Yahudi mencium tangan dan kaki beliau. ini menunjukkan taqrir (persetujuan). Jika haram, tentunya beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- akan melarang atau minimal menolaknya. Adapun jika hal itu dilakukan karena kesombongan, maka hukumnya makruh (dibenci).
Imam Ibnu Bathal –rahimahullah- (wafat : 449 H) berkata:
قال الأبهرى: وإنما كرهها مالك إذا كانت على وجه التكبر والتعظيم لمن فعل ذلك به، وأما إذا قبل إنسان يد إنسان أو وجهه أو شيئًا من بدنه مالم يكن عورة على وجه القربه إلى الله لدينه أو لعلمه أو لشرفه، فإن ذلك جائز، وتقبيل يد النبى عليه السلام تقرب إلى الله. وما كان من ذلك تعظيمًا لدنيا أو سلطان أو شبه ذلك من وجه التكبر فلا يجوز وهو مكروه
“Imam Al-Abhari –rahimahullah- berkata : Imam Malik memakruhkan hal ini (mencium tangan atau bagian lain dari seseorang) hanyalah apabila hal itu dilakukan karena kesombongan dan pengagungan terhadap orang yang dicium. Adapun jika seorang insan mencium tangan seseorang, atau wajahnya atau sesuatu bagian dari badannya selama bukan aurat di atas bentuk pendekatan diri kepada Allah dikarenakan agamanya, atau ilmunya, atau karena kemualiannya, maka hal itu boleh. Adapun jika hal itu dilakukan karena pengagungan terhadap dunia atau kekuasaan atau yang semisal hal itu dalam bentuk kesombongan, maka hal itu tidak boleh, dan hukumnya makruh.” [Syarah Shahih Al-Bukhari : 9/46].
BACA JUGA: Meski Kasar, Tangan Seorang Tukang Batu Dicium Rasulullah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- berkata:
المهم أن هذين الرجلين قبلا يد النبي صلى الله عليه وسلم ورجله فأقرهما على ذلك وفي هذا جواز تقبيل اليد والرجل للإنسان الكبير الشرف والعلم كذلك تقبيل اليد والرجل من الأب والأم وما أشبه ذلك لأن لهما حقا وهذا من التواضع
“Yang pasti, sesungguhnya dua orang (Yahudi) ini telah mencium tangan dan kaki Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu beliau menyetujui perbuatan keduanya. Dalam hal ini (menunjukkan) akan bolehnya mencium tangan dan kaki seorang insan yang lebih tua, mulia, dan berilmu. (hal ini) juga menunjukkan akan bolehnya mencium tangan dan kaki bapak, ibu, dan yang semisal itu. Karena keduanya memiliki hak (untuk diperlakukan seperti itu) dan ini termasuk bentuk sifat rendah hati.” [Syarah Riyadhush Shalihin : 4/451].
Semoga bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan kita sekalian. Amin.
Orang Yahudi memiliki sepuluh ayat, dimana sembilan ayat isinya berserikat (sama) dengan umat Islam, dan satu ayat khusus bagi mereka. Maka saat diminta, nabi menyebutkan sembilan ayat tersebut secara benar, bahkan beliau sekalian menyebutkan satu ayat yang khusus bagi Yahudi yang mereka sembunyikan, yaitu larangan penyerbuan hari Sabtu. Demikian disebutkan oleh Imam Ath-Thibi –rahimahullah-. []
Facebook: Abdullah Al Jirani