SEBAGIAN muslim yang berkunjung ke kota Mekah ada yang sengaja mengambil tanah atau kerikil di sana. Meski begitu, belum diketahui tujuan utama hal tersebut. Apakah hal ini diperbolehkah di dalam Islam?
Tidak selayaknya mengambil sesuatu dari Mekah atau Madinah karena tidak ada tuntunan dari salah seorang pun dari ulama salaf di umat ini. Karena hal itu dapat menjadi pengagungan dan melahirkan keyakinan bahwa benda itu akan mendatangkan manfaat.
Dijelaskan Ustadz Ammi Nur Baits bahwa daerah Mekah dan Madinah merupakan tanah haram yang memiliki hukum khusus.
BACA JUGA: Inilah Sejarah Peringatan Maulid Nabi di Kota Mekah
Sebagaimana firman Allah, “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekkah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. An-Naml: 91).
Sedangkan rahasia penamaan Mekah dengan tanah haram, disampaikan dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,
“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Dia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Mekah).”
Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan hukum yang berlaku, sebagai konsekuensi Allah jadikan tanah ini sebagai kota haram. Beliau bersabda,
“Dia haram dengan kemuliaan yang Allah berikan, sampai hari kiamat. Tidak boleh dipatahkan ranting pohon-nya, tidak boleh diburu hewannya, tidak boleh diambil barang hilangnya, kecuali untuk diumumkan, dan tidak boleh dicabut rerumputan hijaunya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Sedangkan mengenai hukum mengambil tanah atau kerikil dari Mekah, ada perbedaan pendapat ulama.
Pertama, Dibolehkan mengambil tanah atau kerikil kota Mekah atau Madinah ke luar daerah.
Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan ulama hanafiyah. Mereka beralasan bahwa tidak ada dalil yang melarang hal ini. Sehingga kembali kepada hukum asal yaitu mubah. Sementara hadis tentang haramnya daerah Mekah dan Madinah, itu berlaku untuk selain tanah. Seperti pepohonan, binatang, dan yang lainnya.
BACA JUGA: Gubernur Mekah, Serahkan Potongan Kiswah Kepada Penjaga Senior Kabah
Kedua, Makruh mengambil tanah atau kerikil kota Mekah atau Madinah ke luar daerah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, diantaranya Syafiiyah dan Hambali. Mereka berdalil dengan pernyataan Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum.
Ketiga, haram membawa keluar tanah atau bebatuan di kota Mekah dan Madinah ke luar wilayah. Ini merupakan pendapat sebagian Syafi’iyah. Sebagaimana dikatakan An-Nawawi, “Ada perbedaan pendapat di kalangan Syafiiyah tentang hukum membawa keluar tanah atau bebatuan dari Mekah, makruh ataukah haram. Meskipun al-Muhamili dan yang lainnya mengatakan, ‘Jika ada orang yang membawa keluar, maka dia tidak wajib ganti rugi.’ “
Pendapat yang lebih mendekati dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan membawa tanah atau kerikil dari Mekah atau Madinah adalah makruh. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH