ISTILAH aborsi sudah sering terdengar dimana-mana. Praktiknya pun sudah marak dilakukan demi menutupi aib dan maksud tertentu. Padahal secara tidak langsung mereka telah membunuh satu calon manusia yang akan lahir ke dunia.
Tentunya Islam telah mengatur mengenai hal ini, berikut akan dibahas diambil dari beberapa pendapat ulama dan fuqaha:
1. Para fuqaha berpendapat bahwa menggugurkan kandungan setelah ditiupkan rohnya adalah haram hukumnya, kecuali dalam kondisi darurat seperti kehamilan itu akan membahayakan keselamatan sang ibu.
2. Peniupan roh ini terjadi pada sepuluh hari setelah bulan keempat dari sejak mulai kehamilan. Sebagaimana yang telah dijelaskan hadits-hadits Rasulullah SAW.
3. Para fuqaha dan Imam madzhab sependapat menggugurkan kandungan dimana sebagian anggota tubuh janin sudah terbentuk, seperti rambut, tangan, kaki, kepala, dan lainnya, maka perbuatan itu termasuk salah satu kejahatan, dimana pelakunya diwajibkan membayar “diyah janin”.
Sebagian ulama berpendapat bahwa menggugurkan kandungan sebelum nampak bagian anggota tubuhnya, maka hukumnya boleh (jaiz). Masa berlangsung kondisi ini yaitu empat puluh hari pertama usia kehamilan.
Mereka berasumsi bahwa janin masih berupa “nuthfah”, dan kita maklumi bahwa membuang “nuthfah” boleh, seperti halnya “azl” pada saat jimak.
Berbeda dengan pendapat diatas, para Jumhur Ulama beranggapan dan berkomentar bahwa pelakunya berdosa. Berikut ini beberapa ulama yang menyimpulkan hukum syariat Islam dalam masalah ini:
1 Imam Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin”
Imam Al-Ghazali berkata, “Menggugurkan kandungan adalah kejahatan terhadap ciptaan Allah SWT yang sudah jadi, dan kejadian manusia itu melalui beberapa jenjang (pase). Pase pertama yaitu masuknya sperma ke dalam rahim dan membaur dengan sel telur, untuk bersiap menerima kehidupan (roh).
“Merusah “nuthfah” dalam kondisi ini adalah kejahatan. Lalu apabila pengrusakan dilakukan terhadap “alaqah” (segumpal darah), maka kejahatannya bertambah besar. Lalu apabila pengrusakan terjadi setelah peniupan roh dan penciptaan janin sudah selesai, maka dosa kejahatannya pun semakin besar.
“Dan kejahatan (dosa) yang paling besar yaitu membunuh bayi setelah lahir”.
2 Qadhikhan dalam “Fatawa”
Mendengar pendapat ulama yang membolehkan menggugurkan kandungan, beliau berkata: “Saya tidak sependapat dengan mereka. Saya menganalogikan masalah ini dengan kewajiban “muhrim” (orang yang dalam kondisi berihram, haji atau umrah) apabila ia memecahkan telur burung yang masuk kategori buruan untuk membayar denda senilai telur itu, oleh karena telur itu adalah asal kejadian dari burung.
“Atas dasar itulah, maka saya berpendapat bahwa menggugurkan kandungan dalam kondisi ini adalah berdosa, meskipun tidak sebesar dosa pembunuhan”.
Kesimpulannya adalah apabila menggugurkan kandungan sebelum nampak bentuknya hukumnya adalah makruh yang nyaris haram dan berdosa. Dan menggugurkan kandungan setelah berbentuk bayi. Maka hukumnya haram.
Dan keharamannya menjadi lebih besar apabila telah ditiupkan roh pada janin itu. Keharaman ini berlaku pada kondisi bukan darurat (normal). []
Sumber: Menikmati hubungan intim suami – istri menggapai pernikahan berkah/Muhammad Ahmad Kan’an/Pustaka Nawaitu/Mei 2003/Jakarta Timur.