BANYAK para penjual yang memiliki hati licik. Salah satunya saat diberi tahu akan adanya kenaikan BBM, mereka segera memilih bahan makanan yang kira-kira akan naik itu. Lalu menyimpannya di tempat yang tersembunyi. Mereka tidak menjual makanan atau barang tersebut. Hingga saat waktunya tiba, barulah mereka menjualnya.
Al-Faqih berkata: Abul Hasan Al-Hakim As-Saradi menceritakan kepada kami, Bakr bin Al-Mutsana menceritakan kepada kami, Hani bin An-Nadhr menceritakan kepada kami, Ahmad bin Khalid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa’id bin Al-Musayyab dari Ma’mar bin Abdullah Al-Adawi, di mana ia berkata: Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak menimbun bahan makanan melainkan orang yang salah.”
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi ﷺ, bahwasanya beliau bersabda, “Barang siapa yang menimbun bahan makanan selama 40 hari, maka ia terlepas dari (rahmat) dan Allah melepaskan diri daripadanya.”
BACA JUGA: Menimbun Barang dalam Islam
Diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab dari Umar bin Al-Khatthab ra. dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau bersabda, “Orang yag mendatangkan bahan makanan itu diberi rezeki (yang banyak), sedangkan orang yang menimbun bahan makanan itu dikutuk.”
Yang dimaksud dengan orang yang mendatangkan bahan makanan, adalah orang yang membeli bahan makanan dari tempat lain, kemudian ia membawa ke tempat di mana mereka tinggal lantas dijual lagi dengan segera.
Orang yang seperti itu akan dikaruniai rezeki yang banyak, karena orang-orang di sekitarnya dapat memperoleh manfaat atas usahanya itu, maka ia mendapatkan berkah do’a kaum muslimin. Sedangkan orang yang menimbun bahan makanan itu dengan maksud supaya harganya menjadi mahal, maka ia dikutuk karena merugikan orang banyak.
Asy-Sya’bi meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bermaksud menyerahkan anaknya untuk suatu pekerjaan, lantas ia mohon petunjuk kepada Nabi ﷺ.
Maka Nabi ﷺ bersabda, “Janganlah kamu serahkan anakmu kepada penjual gandum, tukang jagal dan penjual kain kafan. Adapun penjual gandum, sekiranya ia menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan berzina atau meminum-minuman keras itu lebih baik baginya daripada ia menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan menimbun bahan makanan selama 40 hari.
Mengenai tukang jagal, karena ia suka menyembelih (binatang), sehingga hilanglah rasa kasih sayang dari lubuk hatinya. Sedangkan penjual kain kafan, maka ia akan mengharapkan adanya kematian dari umatku, padahal lahirnya seorang anak dari umatku itu lebih aku sukai daripada dunia dan isinya.”
Al-Faqih menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menimbun bahan makanan, adalah apabila seseorang memborong bahan makanan di daerahnya lantas dia menimbunnya, tidak mau menjualnya lagi, sehingga orang banyak sangat membutuhkannya. Itulah penimbunan bahan makanan yang dilarang.
Sedangkan apabila seseorang membeli bahan makanan dari daerah lain, maka itu bukan dikategorikan penimbunan, namun sekiranya orang-orang di sekitarnya membutuhkannya, maka alangkah baiknya bila ia menjualnya. Jika ia tidak mau menjualnya, maka ia telah berbuat kejahatan, karena dilandasi oleh i’tikad yang tidak baik dan tidak merasa kasihan kepada sesame kaum muslimin.
BACA JUGA: 8 Tips Jaga Kondisi Tubuh saat Musim Hujan
Jadi, orang yang menimbun bahan makanan itu sebaiknya dipaksa untuk menjualnya; dan apabila ia tidak mau menjual, maka ia bisa dihukum ta’zir, diajar, dan tidak boleh menentukan harga seenaknya sendiri; ia harus menjual dengan harga yang wajar.
Diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau bersabda, “Aku tidak akan menentukan harga, karena sesungguhnya Allah Ta’ala yang menentukan harga.”
Diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau bersabda:
“Mahal dan murah itu adalah dua di antara serdadu-serdadu Allah Ta’ala; satu di antara keduanya itu bernama keinginan, dan yang satunya lagi bernama ketakutan.
Apabila Allah Ta’ala bermaksud memurahkannya, maka Ia memasukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang, lantas Ia mengeluarkan dari simpanan mereka, maka harganya menjadi murah.
Dan apabila Allah Ta’ala hendak memahalkannya, maka Ia memasukkan kesenangan ke dalam hati orang-orang lantas mereka menyimpan apa yang ada pada mereka.”
Disebutkan dalam suatu hadis, bahwasanya ada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil, di mana ia berjalan pada bukit pasir, kemudian ia berkata di dalam hati: “Seandainya bukit pasir itu menjad tepung, maka aku akan membagi-bagikan kepada segenap Bani Israil, sehingga mereka merasa kenyang, tidak berada dalam kelaparan yang kini sedang menimpa mereka.”
Kemudian Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada Fulan, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan untukmu pahala sebagaimana apa yang kamu katakan, yaitu seandainya bukit pasir itu menjadi tepung, maka kamu akan menshadaqahkannya’.”
Jadi dengan niatnya itu ia mendapat pahala sebanyak yang ia niatkan itu. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya merasa sayang, belas kasihan kepada segenap kaum muslimin.
Diceritakan bahwa ada seseorang datang kepada Abdullah bin Abbas ra., di mana orang itu berkata: “Berilah aku wasiat.” Kemudian Abdullah berkata: “Aku berwasiat kepadamu enam hal, yaitu:
1. Yakinlah hatimu terhadap segala sesuatu yang telah Allah jaminkan untukmu.
2. Laksanaknlah kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya.
3. Hendaklah lidahmu selalu basah dalam dzikir kepada Allah Ta’ala.
4. Janganlah menuruti kemauan setan, karena setan itu merasa dengki kepada manusia.
5. Janganlah memakmurkan dunia karena merusak akhiratmu.
6. Hendaknya kamu senantiasa memberi nasihat kepada sesame muslim.”
Al-Faqih menyatakan bahwa setiap muslim hendaknya senantiasa memberi nasihat kepada kaum muslimin, merasa sayang kepada mereka, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda akan mendapatkan kebahagiaan. Sedangkan tanda-tandanya itu ada 11, yaitu:
BACA JUGA: Pandangan Imam Al-Ghazali Mengenai Ekonomi
1. Hati-hati terhadap masalah dunia, karena ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
2. Minatnya tertuju kepada ibadah dan membaca al-Qur’an.
3. Sedikit bicara dalam hal yang tidak perlu.
4. Menjaga shalat yang lima waktu.
5. Sangat berhati-hati terhadap barang yang haram.
6. Pergaulannya dengan orang-orang yang shalih.
7. Rendah hati, tidak sombong.
8. Pemurah, suka memberi/ bershadaqah.
9. Merasa sayang, belas-kasihan kepada sesama makhluk.
10. Bermanfaat kepada sesama makhluk.
11. Selalu ingat mati.
Sedangkan tanda-tanda orang yang celaka juga ada 11, yaitu:
1. Rakus untuk mengumpulkan harta.
2. Minatnya tertuju kepada syahwat dan kelezatan dunia.
3. Keji mulutnya, banyak bicara dalam hal-hal yang tidak perlu.
4. Mudah meninggalkan shalat yang lima waktu.
5. Biasa makan barang yang haram, dan bergaul dengan orang-orang yang jahat.
6. Berbudi pekerti yang tercela.
7. Sombong.
8. Tidak memberi manfaat sama sekali kepada sesama manusia.
9. Hanya sedikit saja mempunyai rasa belas kasihan kepada kaum muslimin.
10. Kikir
11. Lupa akan mati. Maksudnya, bila seseorang itu ingat mati, maka ia tidak akan menimbun bahan makanan dan merasa belas-kasihan kepada kaum muslimin.
Diceritakan dari salah seorang yang sangat berhati-hati terhadap dunia, di mana ia mempunyai gandum di rumahnya, kemudian datanglah musim paceklik, lalu ia segera menjualsemua gandum yang dimilikinya. Lantas ada seseorang berkata kepadanya: “Kenapa kamu tidak menyimpan untuk keperluanmu sendiri?” Ia menjawab: “Saya ingin bersama-sama dengan orang banyak dalam kesulitan.” []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin 1/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang