APA hukum muslimah berobat pada dokter pria?
Hukum Muslimah Berobat pada Dokter Pria: Hukum Berobat secara Umum
Secara umum berobat itu dianjurkan oleh syariat. Berdasarkan riwayat Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram.” (H.R Abu Dawud No:3372)
Dan berdasarkan hadits Usamah bin Syarik Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: “Seorang Arab badui bertanya: “Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?”
BACA JUGA: Dokter Muslim Gunakan Makanan sebagai Obat, Ini Penjelasannya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!” Para sahabat bertanya: “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Pikun.” (H.R At-Tirmidzi IV/383 No:1961 dan berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Dan diriwayatkan juga dalam Shahih Al-Jami’ No:2930.)
Hukum Muslimah Berobat pada Dokter Pria: Jumhur Ulama
Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa berobat hukumnya mubah (boleh). Sementara ulama Syafi’iyah, Al-Qadhi, Ibnu Aqil dan Ibnul Jauzi dari kalangan ulama Hambali berpendapat hukumnya mustahab (dianjurkan). Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram.”
Dan beberapa hadits lainnya yang berisi perintah berobat.
Mereka juga beralasan: Berbekam dan berobatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam merupakan dalil disyariatkannya berobat. Menurut ulama Syafi’iyah hukum berobat menjadi mustahab bilamana dipastikan tidak begitu membawa faidah. Namun bilamana dipastikan berfaidah maka hukumnya wajib, seperti membalut luka misalnya. Di antaranya adalah transfusi darah, untuk beberapa kondisi tertentu.
Silakan baca buku Hasyiyah Ibnu Abidin V/249 dan 215, Al-Hidayah takmilah Fathul Qadir VIII/134, Al-Fawakih Ad-Dawani II/440, Raudhatuth Thalibin II/96, Kasyful Qana’ II/76, Al-Inshaf II/463, Al-Adabus Syar’iyyah II/359 dan Hasyiyatul Jumal II/134.
Hukum Muslimah Berobat pada Dokter Pria: Menurut Ibnul Qayyim
Ibnul Qayyim berkata: “Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiyar dapat merusak hakikat tawakkal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiyar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakkalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiyar merupakan kelemahan yang menafikan tawakkal. Sebab hakikat tawakkal adalah mengaitkan hati kepada Allah dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakkal ini harus disertai dengan ikhtiyar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Allah. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan jangan pula menjadikan tawakkal sebagai kelemahannya.
(Zaadul Ma’ad IV/15, lihat juga Mausu’ah Fiqhiyyah XI/116.)
Kesimpulan jawaban soal di atas, berobat hukumnya tidaklah wajib menurut jumhur ulama, kecuali jika mesti (tidak bisa tidak) harus dilakukan, menurut sebagian ulama. Adapun kondisi yang ditanyakan dalam soal bukanlah pengobatan yang mesti dilakukan dan secara psikologis tanpa berobat si sakit juga tidak terganggu, maka dalam kondisi begitu tidak ada masalah meninggalkan berobat.
Akan tetapi si sakit hendaknya tidak lupa bertawakkal kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya. Sebab pintu-pintu langit senantiasa terbuka bilamana doa mengetuknya. Dan juga si sakit hendaknya meruqyah dirinya sendiri melalui pembacaan Al-Qur’an, seperti membacakan bagi dirinya surat Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Naas.
Pengobatan melalui ruqyah itu memberikan efek positif bagi jiwa dan jasmani si sakit, di samping pahala yang diperolehnya dari tilawah Al-Qur’an. Dan Allah adalah Penyembuh dan tiada yang dapat menyembuhkan selain Dia.
BACA JUGA: Kata Dokter Zaidul Akbar, Ini 2 Obat Utama dalam Islam
Hukum Muslimah Berobat pada Dokter Pria:
Menurut Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid di islamqa.ca., pada asalnya jika telah ada dokter wanita yang mampu mengobatinya maka wajib baginya menangani pengobatan pasien wanita itu.
Jika ternyata tidak ada, maka hendaklah dicari seorang dokter non muslimah yang dapat dipercaya. Jika ternyata tidak ada maka hendaklah ditangani dokter pria yang muslim. Jika ternyata tidak ada juga maka bolehlah kiranya ditangani dokter pria non muslim.
Tim dokter boleh memeriksa bagian tubuh yang perlu diperiksa dan diobati sesuai kebutuhan serta tidak menambah lebih dari itu. Dan hendaknya dokter tersebut menjaga pandangan mata semampunya.
Dan guna menghindari khalwat, hendaknya proses pengobatan itu disaksikan oleh mahramnya atau suaminya atau wanita muslimah yang dapat dipercaya. Wallahu a’lam. []
SUMBER: ISLAMQA