APA hukum orangtua menyakiti hati anaknya?
Orangtua memang memiliki tanggung jawab sangat besar sekali terhadap anak-anaknya. Seperti merawat sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia, mengajari, membiayai, serta menyekolahkan dan mendidik anak agar tumbuh menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya saat anak sudah tumbuh menjadi orang dewasa nanti.
Mereka harus menyiapkan anak-anaknya agar siap hidup bersosial dan bermasyarakat serta menjadi generasi penerus keluarganya kelak. Dalam Islam, seorang anak wajib menghormati kedua orangtuanya atau birrul walidain. Birrul walidain memiliki arti berbakti kepada orangtua.
Oleh karena itu bagi seorang anak, berbuat baik dan berbakti kepada orangtua bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah SWT dan Rasulullah ﷺ anak harus berbakti kepada keduanya. Hal tersebut terdapat dalam firman Allah pada Al-Quran berikut ini:
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (QS. Al-Isra: 23)
BACA JUGA: 7 Adab Seorang Anak pada Orangtua
Islam memang mewajibkan seorang anak untuk selalu berbakti kepada orangtua dengan selalu taat akan perintahnya, berbuat baik dan tidak menyakiti hati orangtua. Namun, Hukum Orangtua menyakiti hati anaknya tak hanya anak saja yang harus menjaga perasaan dan hati orangtua, anak juga berhak dijaga perasaannya oleh kedua orangtuanya. Berikut Allah Berfirman dalam Al-Quran berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ( QS. At-Tahrim: 6 )
Hukum Orangtua menyakiti hati anaknya
Terdapat sebuah riwayat yang menceritakan tentang Hukum Orangtua menyakiti hati anaknya seorang yang durhaka pada anaknya. Seorang yang menemui Umar bin Khathab untuk menceritakan sikap anak durhaka dalam Islam yang dilakukan anaknya dan kemudian Umar memanggil anak tersebut kemudian menegur apa yang sudah dilakukan anak tersebut.
Anak itu kemudian bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orangtuanya?” dan Umar membenarkan perkataan anak tersebut sembari menjelaskan jika haknya adalah memilihkan calon ibu yang baik untuknya, memberi nama baik dan mengajari tentang Al Quran. Kemudian anak tersebut berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju’lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Alquran.
Umar lalu memandangi orangtua tersebut sembari berkata, “Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Orangtua yang menyakiti hati anak ditambah dengan menelantarkan anaknya tersebut mengartikan jika orangtua baik ayah atau ibu sudah berdosa pada anak anaknya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
Sebagai orangtua, tidak boleh beranggapan dapat memperlakukan anak seenaknya, sebab orangtua memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam urusan melahirkan, namun berbagai penyebab lainnya di dunia.
Segala kebutuhan dan hak seorang anak juga harus terpenuhi mulai dari kasih sayang, makanan, pakaian, tempat bernaung dan juga pendidikan anak dalam Islam yang menjadi kewajiban orangtua terhadap anaknya.
BACA JUGA: Ayah Muslim Abdul Mumin, Terima Kasih Atas Teladanmu di Zaman Ini
Dalam riwayat lain juga disebutkan tentang kecintaannya Rasul pada anak kecil. Dari shahabiyah Ummu Khalid bintu Khalid RA:
أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثِيَابٍ فِيهَا خَمِيصَةٌ سَوْدَاءُ صَغِيرَةٌ فَقَالَ مَنْ تَرَوْنَ أَنْ نَكْسُوَ هَذِهِ فَسَكَتَ الْقَوْمُ قَالَ ائْتُونِي بِأُمِّ خَالِدٍ فَأُتِيَ بِهَا تُحْمَلُ فَأَخَذَ الْخَمِيصَةَ بِيَدِهِ فَأَلْبَسَهَا وَقَالَ أَبْلِي وَأَخْلِقِي وَكَانَ فِيهَا عَلَمٌ أَخْضَرُ أَوْ أَصْفَرُ فَقَالَ يَا أُمَّ خَالِدٍ هَذَا سَنَاهْ
“Didatangkan kepada Nabi Muhamamad ﷺ sebuah baju gamis kecil berwarna hijau. Lalu beliau bertanya, “Menurut kalian siapa yang (cocok) memakainya?” Para shahabat terdiam. Lalu beliau Nabi Muhammad ﷺ berkata:
“Datangkan kemari Ummu Kholid.” Lalu aku pun dibawa sambil digendong. Kemudian beliau mengambil gamis tersebut dengan tangannya dan memakaikannya. Beliau kemudian berkata, “Mudah-mudahan (bajunya, pen.) awet.” Pada baju tersebut ada hiasan garis berwarna hijau atau kuning. Beliau Nabi Muhammad ﷺ juga berkata, “Wahai Ummu Khalid, ini bagus.” (HR. Bukhari )
SUMBER: DALAMISLAM I UMMA