KITA mungkin pernah berbelanja ke pasar loak karena umumnya pasar loak menyediakan barang-barang bekas, dengan harga yang relatif lebih miring dibandingkan harga barunya. Padahal di masa sahabat nabi, jual beli baju bekas adalah satu hal yang lumrah dan biasa. Lalu apa yang bermasalah dengan pasar loak?
Bagi sebagian orang yang melihat karakter masyarakat di negara kita, dia merasa ada sedikit bermasalah dengan pasar loak. Di samping tempat jual beli barang bekas, pasar ini dinilai sebagai tempat penampungan barang curian Benarkah dugaan ini?
Kita tidak bisa menghukumi pasar loak sebagai pasar yang menjual barang curian hanya karena dugaan. Untuk menjawan keraguan pada pasar loak ada tiga keadaan yang bisa kita bedakan, yakni:
BACA JUGA: Ternyata Ada Pasar di Surga, Seperti Apa ya?
Pertama, yakin bahwa barang yang dijual itu adalah barang curian. Jika kita yakin bahwa itu adalah barang curian maka terlarang bagi kita untuk membelinya. Syaikhul Islam mengatakan, “Harta hasil rampasan atau didapatkan dengan akad yang tidak mubah, jika ada seorang muslim yang mengetahuinya maka dia harus menjauhinya. Karena itu, jika saya mengetahui ada orang mencuri barang, atau berkhianat terhadap barang amanah, atau mendapatkan barang dengan cara merampas tanpa alasan yang benar, maka tidak boleh bagi saya untuk mengambil barang itu darinya, baik dengan cara hibah, atau beli atau upah kerja, ataupun pembayaran utang. Karena barang ini adalah milik orang yang dizalimi itu.” (Majmu’ al-Fatawa, 29/323).
Mengapa dilarang untuk dibeli? Karena ini termasuk tolong menolong dalam maksiat. Lembaga Fatwa Arab Saudi – Lajnah Daimah –menjelaskan, “Jika seseorang yakin bahwa barang yang dijual itu adalah hasil curian atau hasil rampasan, atau orang yang menjualnya tidak memiliki dengan cara yang dilegalkan secara syariat, sementara dia juga bukan wakil dari pemilik, maka haram bagi orang yang yakin itu untuk membelinya. Karena membelinya termasuk tolong menolong dalam dosa dan zalim.” (Fatawa Lajnah Daimah, 13/82/83)
Di negara kita, penadah barang curian termasuk tindak kriminal. Dalam KUHP pasal 480 penadah barang hasil tindak kejahatan mendapat ancaman penjara maksimal empat tahun penjara. Dan ini aturan yang benar, InsyaaAllah.
Kedua, dugaan kuat barang yang dijual adalah hasil curian Terdapat kaidah yang menyatakan, “Dugaan yang kuat kedudukannya bisa dijadikan bukti.”
Dalil mengenai hal ini sangat banyak, di antaranya sabda Nabi SAW yang menjelaskan orang yang ragu ketika shalat, apakah baru tiga ataukah sudah empat rakaat. Dan beliau ajarkan agar memilih yang paling mendekati (at-Taharri). Sikap ini menunjukkan bahwa orang yang ragu ini mengambil sikap berdasarkan dugaan kuat.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, terdapat pertanyaan mengenai hukum jual beli barang yang diduga kuat hasil curian.
Jawaban Lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah yaitu “Ketika seseorang mengetahui atau menduga kuat bahwa barang yang ditawarkan adalah hasil curian, maka dia tidak boleh membelinya. Karena ada pemiliknya yang kehilangan barang ini, disamping itu, termasuk tolong menolong dalam dosa dan zalim, menyetujui kemungkaran, mendukung kezaliman atau dampak buruk lainnya.” (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 107474)
Ketiga, tidak tahu sama sekali bahwa barang itu hasil curian. Kasus semacam ini pernah ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ada yang bertanya mengenai seseorang yang membeli barang dengan uang halal, namun dia tidak tahu asal-usul barang tersebut, apakah menjadi haram ataukah halal? Kemudian jika ternyata barang itu aslinya haram, apakah pembeli berdosa?
BACA JUGA: Memahami Sarana Ijab Qobul dalam Jual Beli
Jawaban Syaikhul Islam, “Selama pembeli berkeyakinan bahwa barang yang bersama penjual adalah miliknya, lalu dia beli barang itu, yang lebih tepat pembeli tidak berdosa. Meskipun aslinya, bisa jadi barang ini hasil curian penjual, pembeli tetap tidak berdosa, dan tidak ada hukuman dunia maupun akhirat.”
Syaikhul Islami melanjutkan keterangannya, “Sementara ganti rugi menjadi tanggung jawab orang yang menipu dan menjualnya. Dan jika setelah itu diketahui pemilik barang, maka barang itu wajib dikembalikan kepadanya, dan uangnya wajib dikembalikan ke pembeli. Sementara penjual yang zalim berhak dihukum. Siapa yang membedakan hukum antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu, maka dia benar. dan siapa yang tidak membedakannya, pasti kesimpulan yang salah.” (Majmua’ al-Fatawa, 29/293)
Penjelasan yang sama juga disampaikan dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, “Jika seseorang tidak tahu, dan tidak memiliki dugaan bahwa barang itu hasil curian, maka tidak masalah membelinya. Karena pada prinsipnya, barang yang ada di tangan seseorang adalah miliknya. Dan kita tidak meninggalkan hukum asal ini, kecuali jika ada bukti yang meyakinkan atau dugaan kuat yang mendekati yakin.” (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 107474)
Kita tidak menghukumi pasar loak secara umum. Karena semua tergantung keadaan transaksinya. Jika kita jujur dalam melihat, InsyaaAllah kita bisa menilai dengan semua indikator yang ada. Sehingga bukan sebatas pertimbangan, yang penting murah atau lainnya. Jika anda yakin objek transaksi ini bukan hasil curian atau anda tidak memiliki dugaan sama sekali bahwa itu curian, silahkan dibeli. []
SUMBER: PENGUSAHA MUSLIM