MASYARAKAT Jawa dan beberapa di luar Jawa mengenal sebuah mitos tentang bulan Safar (bahasa Jawa-Sapar). Masyarakat awam beranggapan bahwa bulan Safar berkaitan erat dengan kesialan dan bala. Mereka menyebutnya dengan istilah Arba’ Mustakmir atau ‘Rebo Wekasan.’
Di beberapa daerah, sebut saja di Jogjakarta, disebut “Rabu Pungkasan,” atau di daerah Banten sebagai “Rebo Kasandan,” dianjurkan untuk melakukan shalat sunah tolak bala, yaitu salat sunnah (menurut mereka), yang dilaksanakan setelah terbitnya matahari, atau di waktu shalat Dhuha.
Pelaksanaan sholat sunnah tolak Bala ini diambil dari keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52, dilaksanakan pada pagi hari Rabu terakhir bulan Safar, sebanyak empat rakaat dan dua kali salam.
BACA JUGA: Pernikahan di Bulan Safar dan Muharram Itu Terlarang?
Padahal anggapan adanya waktu sial di Bulan Shafar ini dibantah langsung oleh Rasulullah SAW, dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyaroh (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak ada kesialan di bulan safar.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh bin Baz, memberikan penjelasan kata-kata (وَلاَ صَفَرَ) pada hadits di atas:
“Adapun perkataan Rasulullah SAW tidak ada Safar, maksudnya nama bulan yang kita kenal, dan dahulu orang-orang jahiliyah menganggapnya sial. Maka nabi menepis anggapan tersebut, dan menjelaskan bahwasanya bulan Safar sebagaimana bulan lainnya, tidak ada di dalamnya sesuatu yang menjadikanya sial.”
Islam juga tidak mengenal adanya shalat sunnah tolak bala di bulan Safar. Tidak ada asal usulnya dari Alquran maupun sunnah, dan tidak pula ada keterangan bahwasanya salah seorang dari generasi salaf umat ini, dan juga orang-orang shalih setelahnya, mengamalkan shalat tolak bala yang dianggap sunnah ini. Bahkan hal tersebut termasuk bid’ah munkarah (hal yang dibuat-buat, sangat ditolak).
Selain itu tidak ada waktu sial di dalam Islam. Kesialan, bala’ dan musibah yang menimpa seseorang adalah karena ulahnya sendiri, dan itu sudah Allah takdirkan, dan Allah lah yang menghendakinya, tanpa disangkutpautkan dengan waktu-waktu tertentu, bahkan dengan sesuatu apapun.
BACA JUGA: 6 Peristiwa Besar di Bulan Safar
Waspadalah kepada perbuatan menganggap sial waktu-waktu tertentu yang tidak ada tuntunannya di dalam Alquran maupun Sunnah, karena dikhawatirkan terjatuh ke dalam perbuatan mencela waktu.
Dari Sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Berkata Allah Ta’ala, keturunan Adam mencelaku, ia mencela waktu, dan akulah (pencipta) waktu, di tanganku lah urusan tersebut, aku membolak-balikan malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim). []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM