KETIKA Nabi SAW sedang berada di dalam Masjid Nabawi, masuklah seorang lelaki, lalu ia mengerjakan shalat. Setelah itu, ia mengucap salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi pun menjawab salamnya. Shalat orang ini sangat cepat seperti ayam yang mematuk makanan.
Baru saja ia rukuk ia sudah berdiri lagi, belum lurus berdiri sudah sujud, dahi belum benar-benar menempel ditempat sujud dia sudah duduk, belum lurus duduknya sudah sujud lagi, demikian cepat shalatnya.
Rupanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat shalat sahabat tadi. Selesai shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil sahabat itu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalatlah lagi, karena kamu belum shalat.”
Sahabat itu kembali lagi lalu shalat. Shalatnya masih saja cepat seperti sebelumnya.
Selesai shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya lagi lalu beliau bersabda,
“Kembalilah dan shalatlah. Kamu belum shalat.”
BACA JUGA: Wajib Tahu, Ini Batas-Batas Shalat 5 Waktu
Lelaki itu pun kembali shalat. Selesai shalat dia dipanggil lagi oleh Rasulullah kemudian Rasulullah menyuruhnya shalat lagi,
“Kembalilah dan shalatlah. Kamu belum shalat!”
Sahabat itupun kembali lagi dan shalat. Seusai shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya kembali dan menyuruhnya shalat lagi. Akhirnya sahabat itu mengatakan,
“Wahai Rasulullah, Saya tidak bisa shalat lebih baik daripada itu. Ajarkanlah kepadaku shalat yang benar.”
Maka Rasulullah shalallalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,
“Jika kamu hendak shalat, berwudhulah dengan baik dan sempurna. Setelah itu berdirilah menghadap kiblat. Berdirilah dengan tegak dan tenang. Lalu bertakbirlah. Lalu bacalah al Qur’an yang kamu anggap mudah. Setelah itu rukuklah dengan tenang sampai kamu benar-benar tenang dalam rukukmu.
Lalu berdirilah sampai kamu benar-benar tegak berdiri. Setelah itu bersujudlah sampai kamu benar-benar tenang dalam sujudmu. Lalu duduklah sampai kamu benar-benar tenang dalam dudukmu. Lalu sujudlah lagi sampai kamu benar-benar tenang dalam sujudmu. Setelah itu duduklah dengan tenang. Dan lakukanlah seperti itu dalam semua rakaat shalatmu. (Muttafaq alaih).
Ustadz Pondok Pesantren Tebuireng sekaligus mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari mengatakan, shalat dalam kategori sunah maupun wajib, mempunyai tata cara atau rukun yang tidak jauh berbeda, hanya dibedakan dalam hal niat saja.
Dalam kitab Kasyifatu as-Saja karya Muhammad Nawawi al-Jawi as-Syafi’i yang mensyarahi kitab Safinatu an-Naja, dijelaskan di halaman 211;
وَالْمُعْتَمَدُ مَا فِيْ (الْمِنْهَاجِ) وَغَيْرِهِ مِنْ جَعْلِهَا ثَلَاثَةَ عَشَرَ، بِجَعْلِ الطُّمَأْنِيْنَةِ هَيْئَةً تَابِعَةً لِلرُّكْنِ : ثَمَانِيَةً أَفْعَالًا، وَهِيَ : النِّيَّةُ، وَالْقِيَامُ، وَالرُّكُوْعُ، وَالْإِعْتِدَالُ، وَالسُّجُوْدُ، وَالْجُلُوْسُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ، وَالْجُلُوْسُ الْأَخِيْرُ، وَالتَّرْتِيْبُ. وَخَمْسَةً أَقْوَالًا : تَكْبِيْرَةُ التَّحْرِيْمِ، وَالْفَاتِحَةُ، وَالتَّشَهُّدُ، وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالسَّلَامُ
“Pendapat yang dipegangi adalah pendapat di kitab Minhaj dan yang lain, menjadikan rukun-rukun shalat ada 13 -dengan menjadikan thuma’ninah adalah keadaan yang mengikuti terhadap rukun- : Delapan rukun fi’il (berupa pekerjaan) yaitu; niat, berdiri, ruku’, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk terakhir, dan tertib. Lima rukun qoul (berupa ucapan) yaitu; takbiratul ihram, al-fatihah, tasyahhud, sholawat kepada Nabi Saw. dan salam.”
Terlepas dari apakah shalat itu dilaksanakan dengan waktu singkat atau lama, seorang musholli (orang yang sedang shalat) tidak boleh meninggalkan salah satu rukun dari shalat.
Seseorang yang melakukan shalat dengan cepat akan menimbulkan prasangka bahwa ia tidak melakukan thuma’ninah di dalam rukun shalat.
BACA JUGA: Apakah Orang Cacat dan Tak Bisa Bicara Tetap Wajib Shalat?
Terkait seberapa kadar thuma’ninah dalam shalat, para ulama fikih juga berbeda pendapat. Dari pendapat Jumhur Ulama, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, menjelaskan bahwa paling sedikit kadar thuma’ninah adalah diamnya anggota badan. Sedang pendapat Hanafiyah berargumen bahwa paling sedikit thuma’ninah adalah ketenangan anggota badan dengan kadar tasbih.
Oleh karena itu bisa diambil jawaban, boleh melakukan shalat sunah atau wajib dengan cepat tetapi dengan kadar thuma’ninah yang telah ditentukan oleh para ulama fikih. Disamping dari aturan tersebut, thuma’ninah di dalam shalat memang memberi efek tersendiri bagi musholli, semisal menstabilkan konsentrasi atau khusyu’ dalam shalat, dan sebagainya.
Jika dilakukan dengan tergesa-gesa, maka shalat hanya bermakna sebagai gerakan jungkir-balik dan menggugurkan kewajiban saja, tidak lebih.
Seperti dilansir dari website Pondok Pesantren Tebuireng, ditarik kesimpulan, seorang yang sedang shalat sunnah maupun wajib dengan selang waktu yang cepat atau lama, tidak boleh meninggalkan rukun shalat. Termasuk harus ada kadar thuma’ninah dalam setiap gerakan shalatnya.
Untuk bacaan atau shighot tasyahud, kita mengikuti aturan dari ulama fikih.
“Salat dengan cepat, tetap harus mengindahkan shighot tasyahud dan sholawat yang baik dan benar. Untuk keterangan lebih detail, bisa dibaca dalam kitab-kitab fikih (dalam cakupan empat imam madzhab). Kurang lebih seperti itu terima kasih,” ujar Ustadz Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. []
SUMBER: PONDOK PESANTREN TEBUIRENG