MENJELANG Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru kepada anak-anak dan sanak saudara menjadi kebiasaan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan akan uang pecahan baru. Namun, di tengah fenomena ini, sering muncul praktik jasa tukar uang yang mengenakan biaya admin atau potongan tertentu. Lalu, bagaimana hukum Islam memandang praktik ini?
Hukum Tukar Uang dengan Biaya Admin
Dalam Islam, tukar-menukar uang dikenal dengan istilah sharf (pertukaran mata uang). Dalam transaksi ini, terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan agar sesuai dengan syariat:
BACA JUGA:Â Hukum Tukar Uang Receh Menjelang Lebaran
- Harus Setara (Tamatsul) Jika uang yang ditukar memiliki jenis yang sama (misalnya rupiah dengan rupiah), maka jumlahnya harus setara tanpa ada tambahan atau potongan.
- Dilakukan Secara Tunai (Taqabudh) Pertukaran harus dilakukan secara langsung tanpa ada penundaan pembayaran agar terhindar dari riba nasi’ah (riba karena penundaan).
Berdasarkan ketentuan ini, jika seseorang menukar uang Rp1.000.000 dengan pecahan baru senilai Rp950.000 karena dipotong biaya admin, maka terjadi ketidakseimbangan dalam nilai tukar. Praktik ini menyerupai riba, yang dilarang dalam Islam berdasarkan hadis Rasulullah SAW:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus ditukar secara setara dan tunai. Jika berbeda jenis, maka jual-belilah sesuka hati kalian asalkan dilakukan secara tunai.” (HR. Muslim)
Pendapat Ulama tentang Tukar Uang dengan Potongan
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika ada potongan dalam transaksi penukaran uang sejenis, maka itu termasuk riba, yang hukumnya haram. Namun, jika biaya yang dikenakan adalah upah jasa (bukan bagian dari nilai uang yang ditukar), maka sebagian ulama memperbolehkannya dengan syarat:
- Jasa tersebut benar-benar merupakan layanan, seperti transportasi atau biaya operasional.
- Tidak ada unsur eksploitasi atau ketidakadilan dalam biaya yang dikenakan.
Alternatif yang Diperbolehkan
Agar tetap sesuai dengan syariat, berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan:
- Menukarkan uang langsung ke bank, yang biasanya menyediakan layanan penukaran tanpa biaya tambahan.
- Menggunakan sistem jasa, di mana penyedia layanan tidak menukarkan uang secara langsung, tetapi hanya membantu dengan upah jasa yang wajar.
- Memberikan uang dalam bentuk transfer atau e-wallet, yang kini semakin umum digunakan sebagai pengganti uang tunai.
BACA JUGA: Bagaimana Hukum Jasa Tukar Uang ‘Dadakan’?
Menukar uang dengan biaya admin yang mengurangi nilai tukar dinilai mengandung unsur riba dan dilarang dalam Islam. Namun, jika biaya yang dikenakan adalah upah jasa yang jelas dan terpisah dari nilai tukar, maka sebagian ulama membolehkannya. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi ini agar tetap sesuai dengan ketentuan syariat. []