Oleh : Ahmad Rasyid (1806016093)
UIN Walisongo Semarang
rasyidahmad1809@gmail.com
COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) atau biasa disebut Virus Corona merupakan sebuah wabah atau penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Hubei China pada akhir Desember tahun 2019 dan sudah menyebar dalam skala Global atau Pendemi. Menurut Badan Organisasi Kesehatan Dunia (Word Herth Organization), kasus positif dan kematian akibat terjangkitnya Virus Corona sudah menembus jutaan ribu manusia yang menjadi korban di berbagai belahan negara di dunia.
Dilematisnya penyebaran yang begitu masif membuat berbagai negara melakukan berbagai macam kebijakan-kebijakan, salah satunya adalah Vaksinasi Covid-19.
Program pemberian penyuntikan Vaksin tersebut saat ini sudah menjadi sebuah kewajiban baik kalangan remaja hingga lansia sebagai upaya penanggulangan Covid-19.
Akan tetapi, program Vaksinasi Covid-19 tersebut justru mendapat berbagai tanggapan pro-kontra oleh masyarakat luas karena keraguan khususnya kaum Muslim akan hukum kehalalan pengunaan Vaksin tersebut.
BACA JUGA: Profesor Penemu Vaksin AstraZeneca: COVID-19 Akan Jadi Seperti Flu Biasa
Maka dari itu, penjelasan dalam kaca mata Fiqih Islam menjadi sangat penting guna memberikan penjelasan komprehensif secara hukum dan pandangannya kepada semua masyarakat. Tapi sebelum pembahasan kesana untuk lebih memahaminya, lalu apa itu Vaksinasi?
Hukum Vaksinasi Covid-19, Pengertian Vaksinasi
Kata Vaksinasi sendiri berasal dari akronim kata Vaksin. Menurut Direktorat Surveilans dan Dirjen P2P Kementrian Kesehatan, Vaksin adalah sebuah senyawa (biologis) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara menstimulasi produksi antibody (Kesehatan, 2021).
Penghasilan senyawa ini biasanya diambil melalui mikroorganisme yang telah diinaktivkan atau dilemahkan sehingga apabila ketika diberikan orang tersebut sehat maka akan mendapat anti bodi spesifik dan kebal terserang terhadap penyakit atau Virus.
Sedangkan Vaksinasi, itu sebuah kegiatan pemberian imunitas dalam diri seorang untuk mencegah berbagai penyakit atau Virus yang mematikan. Jadi, dengan melakukan Vaksinasi diharapkan dapat menguatkan imun tubuh (Hearth Imunity) sehingga dapat menekan dan bertahan dari berbagai kemungkinan terpaparnya penyakit ataupun Virus khususnya Covid-19. Lalu bagaimana landasan kajian Fiqih Islam dalam menanggapi Vaksinasi khususnya Covid-19 ini ?
Hukum Vaksinasi Covid-19, Landasan Pandangan Fiqih Islam
Masalah Covid-19 pada dasarnya adalah wilayah sains. Akan tetapi, menginggat dampaknya telah berimbas kepada banyak hal termasuk persoalan keagamaan juga maka pandangan Fiqih Islam terhadap penanggulangan Covid-19 ini menjadi penting dibicarakan pula. Bagaimana peran Fiqih Islam dipandang mampu dan menjadi acuan serta solusi penanganan Pendemi Covid-19.
BACA JUGA: MUI Nyatakan Vaksin Covid-19 Sinovac Halal
Akan tetapi sebelum menjawab persoalan tersebut perlu di diketahui bahwa pada prinsipnya didalam Fiqih Islam yang menjadi salah satu pertimbangan penting dalam mengambil keputusan adalah nilai kemaslahatanya, dalam hal ini adalah esensi dari pada maqasid yang dipahami dari sumber-sumber pokoknya yang berasal dari Syariah, yaitu Al-Qur’an dan Hadits serta bisa beradaptasi dan fleksibel dengan perubahan sosial yang ada.
Pada dasarnya kemaslahatan yang merupakan esensi dari maqasid secara garis besar dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu,
Pertama kemaslahatan khusus (al-maslahah al-juz’iyah) yakni kemaslahatan yang masih berorientasi atau memproteksi kebutuhan internal umat Islam dalam menata aspek kehidupan mereka dan,
Kedua, kemaslahatan umum atau universal (al-maslahah al-kulliyah), yakni kemaslahatan yang berorientasi kepada bukan hanya rangka memprotek kebutuhan internal umat Islam saja namun umat manusia secara keseluruhan (Eka Mahargiani, Ahmad Nur Afnan, & Sumarjoko, 2021).
Lalu bagaimana kalau kedua ketentuan tersebut saling berbenturan kemaslahatan dalam kasus Vaksinasi Covid-19?
Vaksinasi Covid-19 Perspektif Fiqih Islam
Terkait hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah mengeluarkan fatwa tentang Vaksinasi atau imunisasi pada tahun 2016 , bahwa wajib menggunakan Vaksin yang halal dan suci. Penggunaan Vaksin yang halal dan suci ini didasarkan pada Hadits riwayat Abu Dawud yang artinya “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan setiapnya, dan setiap penyakit ia jadikan ada obatnya. Oleh karena itu, berobatlah kamu tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang haram.”
Akan tetapi disisi lain, MUI juga memperbolehkan penggunaan Vaksin haram dengan beberapa ketentuan, yaitu digunakan pada kondisi al-dharurat (keterpaksaan) atau al-hajat (keterdesakan), belum ditemukanya bahan vaksin yang halal dan suci, serta adanya keterangan tenaga media yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada Vaksin yang halal.
Bahkan dalam fatwa tersebut disebutkan pula hukum vaksin menjadi wajib apabila penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian, penyakit berat, maupun kecacatan permanen.
Hukum Vaksinasi Covid-19, Kemashlahatan Universal
Terkait dengan hal tersebut, maka dalam memahami persoalan penanggulangan Pandemi Covid-19 terutama tentang Vaksinasi Covid-19 tampaknya tidak cukup lagi didasarkan kepada kemaslahatan khusus yang cenderung memprotek kepentingan internal Umat Islam termasuk dalam masalah keagamaan akan tetapi dengan menggunakan kemaslahatan universal atau kemaslahatan umum yang orientasinya kepada kepentingan bersama (Nasution, 2020).
Sebagai landasanya, yaitu firman Allah Q. Al-Ma’idah:132 yang artinya : “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai,darah daging babi, dan daging hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Akan tetapi barang siapa terpaksa (memakanya), bukan karena menginginkanya dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Selain itu, dalam rumusan Kaidah Fiqih yang menjadi landasan Rukhsoh (keringanan) hukum islam atas kedaruratan (Azzam, 1999) antara lain, adalah addharurat tubih al-mahzhurat. Yang artinya : “darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.” Kemudian kaidah al-hajah tanzil manzilah adh-dharurah, yang artinya “keadaan kebutuhan itu ditempatkan pada keadaan darurat.” (Djazuli, 2009).
BACA JUGA: Apakah Vaksinasi Dianggap Mendahului Takdir?
Hukum Vaksinasi Covid-19, Ketentuan Darurat
Dari penjelasan-penjelasan barusan artinya bahwa pemberian vaksinasi bisa dilakukan walaupaun berasal dari bahan yang haram dan secara Fiqih Islam hal tersebut ter-ma’fu atau termaafkan dengan ketentuan bahwa hal tersebut dararut dan harus dilakukan.
Maka dari itu, persoalan Vaksinasi Covid-19 yang ditengarai mengandung unsur najis tidak perlu lagi dipersoalkan selama memang dalam uji medis tidak akan membahayakan kesehatan manusia itu sendiri. []