BERHALA merupakan sesembahan masyarakat Arab pada masa jahiliyah. Masyarakat Arab pada masa itu begitu percaya terhadap berhala-berhalanya. Padahal sebenarnya, secara fitrah mereka sendiri sadar dan tahu bahwasanya berhala yang mereka sembah itu tidak dapat mendengar, berbicara dan tidak menjawab apapun dari setiap yang mereka nyatakan. Mereka biasanya akan marah apabila ada yang menghancurkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai tuhan.
Islam datang di tengah-tengah kejahiliahan. Maka tak heran ketika Islam datang banyak yang menolak untuk masuk Islam. Berbagai cara dilakukan oleh kaum musyrikin untuk menghentikan perkembangan Islam di tengah-tengah masyarakat pada masa itu.
BACA JUGA: Berhala, Bagaimana Pertama Kali Disembah di Mekkah?
Sejatinya berhala hanyalah buatan manusia. Tak memiliki kekuatan apapun. Tapi masyarakat pada masa itu begitu percaya terhadap berhala-berhalanya.
Begitupun Abu Darda, sebelum masuk Islam beliau begitu percaya dengan berhalanya. Setiap pagi, Abu Darda membersihkan berhalanya dan memberikan wewangian dan memakaikan kain sutra yang terbaik untuk berhalanya itu.
Setelah selesai melakukan ritual untuk berhalanya, biasanya Abu Darda berangkat untuk bekerja. Tinggallah istrinya, Ummu Darda di rumahnya. Tak lama kemudian datanglah tamu ke rumah Abu Darda. Ia adalah Abdullah bin Rawahah, teman Abu Darda yang telah lebih dahulu masuk Islam.
“Apakah Abu Darda ada di rumah?” tanya Abdullah.
“Dia sedang bekerja. Tak lama lagi ia akan pulang,” jawab Ummu Darda.
“Bolehkah aku masuk?” tanya Abdullah lagi.
“Dengan senang hati wahai Abdullah,” jawab Ummu Darda.
Abdullah masuk ke rumah Abu Darda dan melihat berhalanya Abu Darda. Sedangkan Ummu Darda kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur. Abdullah membawa kapak ya ia bawa lalu menghancurkan berhala itu hingga hancur berkeping-keping. Abdullah melakukan itu karena ia ingin sahabatnya itu keluar dari kemusyrikan dan menyembah hanya kepada Allah saja. Ummu Darda yang mendengar suara itu segera melihat apa yang terjadi. Ia begitu terkejut melihat sembahannya telah berserakan di lantai.
“Celakalah engkau Abdullah! Apa yang telah engkau lakukan,” tanya Ummu Darda dengan panik.
“Tidak ada yang patut disembah kecuali Allah!” jawab Abdullah. Abdullah lalu meninggalkan rumah Abu Darda.
Tinggallah Ummu Darda dengan berhalanya yang masih berserakan. Hatinya sedih, ia menangis hingga suaminya yaitu Abu Darda pulang.
“Wahai istriku apa yang membuatmu menangis?” tanya Abu Darda.
“Lihatlah! Sahabatmu Abdullah telah menghancurkan berhala kita,” jawab Ummu Darda.
BACA JUGA: Ketika Abu Bakar Melempar Berhala dengan Batu
Abu Darda yang melihat berhalanya hancur seketika itu juga ia marah. Namun setelah kemarahannya reda, Akal sehat Abu Darda mengatakan bahwa bila memang berhala itu tuhan, bukankah seharusnya dia bisa menjaga diri.
“Istriku, jika berhala ini benar-benar tuhan, bukankah seharusnya dia bisa menjaga dirinya sendiri? Lihatlah, bahkan dia tak berdaya menghadapi Abdullah,” renung Abu Darda kepada istrinya.
Setelah kejadian itu, Abu Darda dan istrinya datang menemui Abdullah. Mereka tidak datang dengan kemarahan, akan tetapi mereka malah meminta Abdullah mengantar mereka untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk masuk Islam. []
Sumber: Ummu Rumaisha. Februari 2015. 77 Cahaya Cinta di Madinah. Penerbit: al-Qudwah Publishing.