“SEGALA puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan menangani berbagai urusan, yang memiliki sayap dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaanNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,” (QS. Faathir : 1)
Sejak dahulukah manusia cemburu pada malaikat, burung dan serangga yang dikaruniai sayap dan menjelajah angkasa? Tentang terbang, dengan menyimpan cerita Wright bersaudara dan BJ. Habibie untuk kali lain, kita akan mengenang Ikaros dan Ibn Firnas.
Dikurung di suatu menara tinggi di Pulau Kreta oleh Raja Minos setelah kekalahan Minotaurus dari Theseus; Daidalos, ayah Ikaros yang ahli rekayasa merancang sayap untuknya dan sang putra meloloskan diri. Dari bulu-bulu burung, kayu ringan, lilin, dan benang dirangkailah perangkat untuk terbang. Kata Daidalos, “Jangan terlalu tinggi!”
Dan ketika Ikaros terbang, dia dilanda euforia, luap kegembiraan yang melalaikan. Dia mengepak jauh melesat, dan terlalu dekat pada mentari. Lilin-lilin itu kepanasan dan meleleh, lalu sayapnya rontok, dan diapun jatuh ke samudera.
Khayal tentang dewa-dewi, salah satu jagonya memang Yunani. Tetap ada hikmahnya bukan?
Tapi telaah Ibn Firnas melampaui khayalan. Pada tahun 852, di masa Amir ‘Abdurrahman II, Ibnu Firnas melakukan ujicoba ‘terbang’ dari menara La Mezquita alias Masjid Agung Cordoba dengan jubah sutra yang disangga rangka kayu. Sayap buatan itu membuatnya melayang sebentar di udara dan memperlambat jatuhnya. Pendaratannya lumayan bagus meski dia mengalami cedera ringan, jadilah penemuannya sebagai parasut pertama di dunia.
Pada tahun 875, di usianya yang telah menginjak 65, Ibnu Firnas merancang dan membuat sebuah mesin terbang untuk manusia. Dia mengundang warga Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus di kawasan Rusafa, sedikit ke luar kota.
Penerbangan itu tercatat sebagai keberhasilan, namun juga ada cerita duka bersamanya. Ibn Firnas berhasil melayang hampir satu menit, namun karena cara meluncur yang kurang baik, dia terhempas ke tanah bersama pesawat layang buatannya. Cedera punggungnya parah. Cedera ini membuatnya tak berdaya melakukan ujicoba berikutnya, dan tak ada yang cukup bernyali untuk menjadi relawannya.
Kesalahan Ibn Firnas adalah melupakan satu hal penting tentang mesin terbang pertamanya ini: ekor. Dia belum mempelajari secara rinci bagaimana burung menggunakan ekornya, dan diapub tak menambahkan unsur ini pada desainnya.
Tapi terbang ataupun tidak, betapa lebih penting bagi kita apabila makhluq-makhluq bersayap lagi mulia menaungi kita, membela, serta memintakan ampun, dan ridhaNya.
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Memberkahi lagi Maha Tinggi memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan. Jumlah mereka melebihi malaikat pencatat amal. Mereka senantiasa mencari majelis dzikir dan majelis ilmu. Apabila mereka mendapati satu majelis seperti itu, maka mereka akan ikut duduk bersama para pesertanya dan mengelilingi dengan sayap-sayapnya hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit dunia. Apabila para peserta majelis telah berpencar, mereka naik menuju ke langit. Lalu Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung bertanya pada mereka padahal Dia Maha Tahu, “Dari manakah kalian?”
Mereka menjawab, “Kami datang dari tempat hamba-hambaMu di dunia yang sedang mensucikan, mengagungkan, membesarkan, memuji dan memohon kepada Engkau.” Allah bertanya lagi, “Apa yang mereka mohon kepadaKu?” Para malaikat itu menjawab, “Mereka memohon surgaMu.”
Allah bertanya lagi, “Apakah mereka sudah pernah melihat surgaKu?” Para malaikat itu menjawab, “Belum wahai Rabb kami.” Allah berfirman, “Maka bagaimana kiranya jika mereka telah melihatnya?”
Para malaikat itu berkata lagi, “Mereka juga memohon perlindungan kepadaMu.” Allah bertanya, “Dari apakah mereka memohon perlindunganKu?” Para malaikat menjawab, “Dari nerakaMu, wahai Rabb kami.”
Allah bertanya, “Apakah mereka sudah pernah melihat nerakaKu? Para malaikat menjawab, “Belum.” Allah berfirman, “Apalagi seandainya mereka pernah melihat nerakaKu.”
Para malaikat itu melanjutkan, “Dan mereka juga memohon ampunan dariMu.” Kemudian Allah berfirman, “Aku sudah mengampuni mereka dan sudah memberikan apa yang mereka minta dan Aku juga telah memberikan perlindungan kepada mereka dari apa yang mereka takutkan.”
Lalu para malaikat itu berkata, “Wahai Rabb kami! Di antara mereka terdapat si Fulan, yaitu seorang yang penuh dosa yang kebetulan lewat lalu duduk ikut berzikir bersama mereka.” Lalu Allah menjawab, “Aku juga telah mengampuninya karena mereka adalah kaum yang tidak akan rugi siapapun yang ikut duduk bersama mereka.” (HR Muslim, no 4854)
Ah, mari menjadi pencinta majelis dzikir, pencinta majelis ilmu, pencinta ‘ulama, dan santri. []