SERINGKALI suatu ucapan ditolak mentah-mentah hanya karena orang yang mendengarnya tidak memiliki cukup pengetahuan tentang sosok yang mengucapkannya. Karenanya muncul satu pepatah; “tak kenal maka tak sayang.” Oleh karena itu, sebelum membahas tentang tajwid menurut Ibnul Jazari, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa beliau, agar kita lebih siap untuk ‘mengosongkan gelas’.
Nama asli beliau adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Yusuf Ad-Dimasyqi, namun lebih dikenal dengan nama Ibnul Jazari, nisbah kepada pulau kecil (jazirah) di perbatasan Suriah dan Turki, yaitu Jazirah Ibnu ‘Umar.
Beliau dilahirkan pada tanggal 25 Ramadhan 751 H di kota Damaskus, Suriah dan telah hafal Al-Qur’an sejak usia 13 tahun, lalu mengimami manusia di umur 14 tahun.
BACA JUGA: 70 Manfaat Dzikir Menurut Ibnul Qoyyim yang Jarang Diketahui
Beliau mempelajari Al-Qur’an dan Qira’ah Sab’ah di Damaskus lalu melanjutkan perjalanan menuntut ilmunya dengan melakukan rihlah ke daerah Hijaz dan Mesir untuk bertalaqqi kepada para raksasa ilmu di zamannya, salah satu guru beliau adalah Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah yang telah memberikan beliau ijazah ifta’ (rekomendasi untuk berfatwa) pada tahun 774 H.
Beliau melanjutkan rihlahnya, namun kali ini dalam rangka mengajar. Beliau mengunjungi banyak kota untuk mengajar mulai dari Samakand, Khurasan, Asfahan, Syiraz, Irak, Bashrah, Unaizah, Mekkah dan Yaman, lalu kembali ke Damaskus kemudian wafat disana pada tahun 833 H.
Nama beliau adalah Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Yusuf Ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan nama Ibnul Jazariy, nisbah kepada pulau kecil (jazirah) di perbatasan Suriah dan Turki, Jazirah Ibnu ‘Umar.
Ibnul Jazariy dilahirkan pada Sabtu malam, setelah shalat tarawih, tanggal 25 Ramadhan 751 H di Damaskus, Syam (sekarang Suriah). Ayahnya adalah seorang pedagang, selama 40 tahun pernikahannya belum dikaruniai anak. Pada saat berhaji ia berdoa kepada Allaah sambil meminum air zamzam agar mendapat anak yang berilmu.
Maka dari itu, sejak kecil Ibnul Jazariy sudah “dititipkan” oleh ayahnya kepada para ‘ulama besar untuk mempelajari Al-Quran, menghafalkannya dan mendengarkan hadits. Di antaranya kepada Syaikh Ibnul Bukhari dan para ulama besar lainnya. Ibnul Jazariy telah selesai menghafalkan Al-Quran pada tahun 764 H dan telah menjadi imam setahun kemudian, pada saat usianya 14 tahun.
Beliau kemudian mengumpulkan hafalan Al-Quran dari berbagai riwayat melalui para qari besar di Damaskus, seperti: Abu Muhammad Abdul Wahhab bin As-Salaar dan Ahmad Ath-Thahaan, dan Ahmad bin Rajab pada kurun waktu 766-767 H.
Ia juga membaca Qiraah Sab’ah secara jamak kepada Ibrahim Al-Hamawi dan Abul Ma’aali bin Al-Labaan pada tahun 768 H. Lalu melakukan rihlah ke Hijaz pada tahun yang sama untuk membaca kepada Khathib dan Imam Madinah, Muhammad bin Abdullaah Al-Khathiib. Kemudian ia bersafar ke Mesir pada 769 H dan bertalaqqi kepada para Ulama besar di sana. Di antaranya Muhammad bin Ash-Shaigh, Abdurrahman bin Al-Baghdadi, dan Abu Bakr bin Al-Jundi. Beliau mendapatkan ijazah pada tahun ini dari Abu Bakr bin Al-Jundi.
Pada rihlah keduanya ke Mesir tahun 771 H, Ibnul Jazariy kembali membaca untuk menjamak riwayat-riwayat Al-Quran pada Ibnu Shaigh dan Ibnul Baghdadi. Juga untuk bertalaqqi hadits kepada Ali bin Baqi, muridnya Ad-Dimyati dan para ahli hadits di sana, serta memperdalam fiqih madzhab Syafi’i dengan bertalaqqi kepada Abdurrahim Al-Asnawi dan selainnya.
Kembali dari Mesir Ibnul Jazariy membaca Qiraah Sab’ah dengan menjamak pada Al-Qadhi Ahmad Al-Kufri di Damaskus. Pada saat itu Ibnul Jazari telah menjadi seorang ulama besar di Damaskus. Salah seorang gurunya, yang juga merupakan ulama besar umat Islam, Al-Hafizh Ibnu Katsir pada tahun 774 H memberikan ijazah ifta (untuk berfatwa) sebagai bentuk tazkiyah (pengakuan) terhadap keilmuan Ibnul Jazari.
BACA JUGA: Nasihat Ibnul Qayyim
Pada tahun-tahun berikutnya, Ibnul Jazariy tetap melaksanakan safar ke negeri-negeri kaum muslimin. Bedanya, dahulu ia bersafar dengan status sebagai seorang pelajar, maka kemudian ia bersafar dengan status sebagai pengajar dan ulama besar. Ibnul Jazariy juga menjadi pengajar tetap di kubah Masjid Al-Umawi dan majlis-majlis lain, terutama setelah wafat guru-gurunya, maka Ibnul Jazari menjadi penggantinya.
Pada tahun 788 H, ia kembali bersafar ke Mesir sebagai seorang guru dan ulama. Pada tahun 805 ia pergi ke Samarkand dan pada tahun 807 H ia pergi ke Khurasan, dan menetap di Asfahan selama satu tahun hingga kemudian pergi ke Syiraz di akhir 808 H.
Pada tahun 821 H, Ibnul Jazariy pergi ke Irak untuk mengajar. Maka ia pun menetap di Bashrah. Setahun kemudian ia pergi ke Unaizah, dekat Kota Madinah. Ia juga melakukan perjalanan ke Makkah dan Yaman, hingga akhirnya pada tahun 829 H memutuskan untuk pergi ke Syiraz. Ibnul Jazariy tinggal di sana hingga menghadap keharibaan Rabbnya pada hari Jumat, 5 Rabiul Awwal 833 H. []
SUMBER: MARQAZ QIRAAT INDONESIA