Oleh: Dr. Haidar Eid – Gaza
KETIKA 2009, Ibrahim Abu Thurayya masih berusia 21 tahun. Namun ia telah berani maju untuk melawan penjajah Israel. Bersama dengan beberapa pemuda lainnya, Ibrahim diserang jet tempur F16 Israel hingga dia kehilangan kedua kakinya.
Dan pada tanggal 15 Desember 2017, Ibrahim akhirnya menemui syahid setelah tubuhnya ditembus timah panas penembak jitu Israel di perbatasan Timur Gaza. Ia gugur sambil membawa sebuah bendera Palestina dalam sebuah demonstrasi damai menentang pengakuan Presiden Amerika Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Padahal Ibrahim hanyalah seorang pria tanpa memiliki kedua kaki dan berjalan dengan kursi roda!
Membunuh Ibrahim secara brutal dalam kondisinya yang tak berdaya, adalah sebuah tanda bahwa Israel memang tak memandang bulu untuk membereskan siapa saja yang melawannya.
Ibrahim adalah potret pemuda Palestina pemberani pada awal abad ke-21 yang tinggal di daerah terpadat di Bumi, Gaza.
Menjadi orang Arab dan hanya bisa berbahasa Arab, Abu Thurayya tidak mengerti bahasa Inggris seperti yang dikabarkan media Internasiol seperti BBC, CNN, atau Saluran TV Israel berbahasa Ibrani. Ibrahim tidak pernah bisa memahami logika Israel di balik serangan yang menyebabkan dia harus kehilangan kedua kakinya di tahun 2009.
Benjamin Netanyahu dan Avigdor Lieberman tidak berani menghadap keluarganya dan menjelaskan kepada mereka mengapa bahwa demi terciptanya “perdamaian,” tentara Israel harus membunuh siapa saja yang melawan Israel, sekalipun mereka cacat.
“Yerusalem adalah milik kita” adalah salah satu kalimat terakhir yang diucapkan Ibrahim, seperti yang terlihat di depan kamera. Dia belum pernah ke Yerusalem, dan kini ia telah terbang jauh bersama para malaikat sebelum akhirnya ia sampai di Al-Quds.
Puluhan ribu warga Palestina juga ikut mengirim doa dan menghadiri pemakaman Ibrahim sambil meneriakkan namanya, “Ibrahim, syuhada Yerusalem!” []