Oleh: Ernydar Irfan
JEMPUT pesanan oleh-oleh, di jalan, bendera kuning berkibar. Jalanan macet.
Teriakan histeris di samping pintu penumpang. “Ibu… ibu… aku pulang ibu… kenapa ibu pergi… jangan pergi ibu.. jangan pergi… ini aku pulang…” tangis histerisnya di samping mobil membuatku terpana.
Lelaki yang kuperkirakan suaminya berusaha menenangkan sambil menggendong putri kecil berambut keriting.
Aku tersentak ketika pengatur lalulintas mengetok pintu mobil memerintahkanku maju.
Ahh, mungkin bayangannya masih bisa bersimpuh pada ibunya tahun ini. Tapi ternyata usia manusia memang tak pernah bisa ditebak.
Entah bagaimana rasanya, ketika bertemu ibunda hanya di saat momen lebaran, dan memeluknya tahun lalu adalah pelukan terakhir ketika nyawa masih menyatu dengan raga.
Ramadhan berakhir, hiruk-pikuk mudik jadi hiasan di jalan. Mungkinkah ini kali terakhir berkumpul?
Ritual pulang yang hanya sekejap, kadang waktu terlampau sempit untuk sering-sering memeluk ibu, waktu habis untuk berwisata kuliner, berkeliling ke kerabat, bertemu teman lama, berjalan-jalan keliling kota, sedang ibu di rumah sibuk menyiapkan makanan untuk menjamu kita dan anak-anak. Hingga liburan usai waktunya berpisah, kadang kita lupa bahwa seharusnya momen inilah kita memprioritaskan ibu dan bapak kita, bukan asyik menikmati memuaskan lidah dan nafsu suka ria semata.
Setahun mereka merindu, ketika waktunya melepas rindu ternyata hanya untuk jadi penjamu saja, seperti pelayan pada tamunya. Hingga akhirnya waktunya mereka berpulang tak ada lagi kesempatan memeluknya dan memanjakannya.
Uang bisa dicari, memuaskan perut dan lidah tiada akan pernah berhenti, mengumpulkan harta tak akan pernah cukup, tapi berbakti dan mengasihi orang tua kita waktunya sangatlah terbatas.
Peluk erat orang tua tersayang, bisa jadi itulah pelukan terakhir kita. []
DISCLAIMER: Tulisan ini secara ekslusif diberikan hak terbit kepada www.islampos.com. Semua jenis kopi tanpa izin akan diproses melalui hukum yang berlaku di Indonesia. Kami mencantumkan pengumuman ini di rubrik Kolom Ernydar Irfan dikarenakan sudah banyak kejadian plagiarisme kolom ini di berbagai media sosial. Terima kasih.