Oleh : Widya
Ibu Rumah Tangga & Founder Komunitas Muslimah Menjahit
wwidiaz08@gmail.com
SA|U minggu yang lalu anak saya yang berumur 4 tahun mengalami demam tinggi. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Ia terbangun setiap 2 jam sekali meminta minum. Sesekali mengigau, menangis dan terbangun mencari saya seraya berkata, “ibu.. Ibu..”
Anda bisa membayangkan bagaimana rasanya tidur dengan anak berumur 4 tahun yang sedang sakit, ditambah dengan kondisi kehamilan si ibu yang memasuki trimester 3?
BACA JUGA: Imam Bukhari, Hadits dan Sang Ibunda
Pengalaman tidur dengan anak berumur 4 tahun yang sedang sakit saat ini seperti tidur bersama bayi yang baru saja dilahirkan. Saya lebih banyak terjaga daripada terlelap.
Saya terbangun dengan lelah. Lebih dari lelah karena disaat bersamaan suami saya yang berarti ayahnya anak saya ternyata tidak ada di samping saya. Ya, saat itu Ia sedang dinas di luar kota.
Kalau dipikir-pikir 3 hari membersamai anak yang sedang sakit tanpa suami itu tidaklah mudah. Lelah bercampur emosi karena semua harus dikerjakan sendiri. Tidak ada kerabat, orang tua bahkan Asisten Rumah Tangga sekalipun.
Sementara anakku bangun dengan bahagia, walaupun lemas. Ia terus menempeli saya dan berkata, “jagain aku bu, aku sayang ibu.”
Dia tidak tahu bagaimana lelahnya saya atau bagaimana sakitnya punggung saya atau bagaimana saya benar-benar hanya ingin tidur selama lima menit lagi. Ia hanya bersyukur mendapati saya di sampingnya saat ia terbangun.
Lalu, bagaimana dengan Anda, para ibu di luar sana?
Apakah Anda ingin menambah jam tidur setiap harinya?
Apakah Anda seringkali merasa lelah juga saat menjalani rutinitas yang sama? Membereskan rumah, mengasuh anak, memasak, memotong rumput dan pekerjaan-pekerjaan lainnya sendiri?
Kadang-kadang menjadi seorang ibu artinya adalah menjadi lelah. Kadang-kadang menjadi seorang ibu berarti merasa sedikit kesepian. Seperti tidak ada orang lain memperhatikan apa yang kita lakukan.
Ya, kita bisa berpendapat bahwa menjadi ibu memang seperti itu. Sejak awal ibu memang haruslah bangun lebih awal, harus berurusan dengan masalah-masalah anak, masalah uang, masalah pendidikan, masalah kesehatan, dan sebagainya.
Namun hal yang patut diapresiasi bahwa ibu, mereka melakukan hal-hal menakjubkan. Hal-hal yang sangat keras. Hal-hal yang tampak biasa namun seringkali diluar batas kemampuannya.
Maka, wahai para ibu yang kerap merasa lelah. Anda tidak sendirian.
https://www.instagram.com/p/CPM8-vBF3aF/
Banyak ibu di luar sana (termasuk saya) pun kemungkinan merasa lelah juga dan mulai bertanya-tanya tentang semua hal ini. Namun, masih tetap hadir menghibahkan diri bagi anak-anak dan suami yang mereka cintai.
Menjadi ibu adalah perjalanan para pemberani.
Adalah hal berani untuk membesarkan seseorang yang mandiri, mendorong batas-batas kemampuan, meluluhkan hati di malam hari, mencintai mereka selamanya bahkan ketika mereka membuat kita tidak waras dan bahkan pada hari-hari yang melelahkan pula.
BACA JUGA: Ibunya Ditensi Dulu Yuuk ….
Menjadi ibu adalah karir tertinggi seorang wanita dimana Allah janjikan surga di telapak kakinya. Yang Allah tinggikan derajatnya 3x melebihi sang ayah. Bahkan doa ibu menjadi doa yang mudah dikabulkan oleh-Nya.
Jadi, bersabarlah wahai ibu, hanya sebentar saja lelah yang kau rasakan. Anak-anak ini akan tumbuh mendewasa dengan begitu cepat. Berbahagialah wahai ibu. Karena dari ibu yang bahagia akan lahir pula generasi yang bahagia.
Semoga akan semakin banyak ibu-ibu bahagia yang menikmati setiap perannya demi capaian kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Aamiin. []
“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat” (HR. Ibnu Majah, shahih dengan syawahid-nya).
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.” (HR. Al Bukhari)