Oleh: Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
Dosen Fisika Universitas Muslim Maros dan MSO Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia
KEMENTERIAN Agama (Kemenag) menetapkan tanggal 1 Zulhijah 1439 H jatuh pada hari Senin, 13 Agustus 2018. Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha 2018 dipastikan jatuh pada 22 Agustus 2018.Ketetapan tersebut berdasarkan hasil sidang isbat awal Dzulhijjah (11/8/2018) yang digelar di kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama Muhammadiyah Amin pada Sabtu, (11/8/2018) malam menjelaskan, terdapat 92 lokasi rukyatul hilal, tempat melihat hilal, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari semua lokasi tersebut pelaku rukyatul hilal menyatakan tidak melihat hilal atau posisinya masih di bawah ufuk. Karena hal itu, Amin menyebut, untuk menentukan tanggal 1 Dzulhijjah, dalam sidang isbat menggunakan pedoman yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia.”Berdasarkan sidang isbat 1439 H, kita sempurnakan dengan cara ijtimal dan menetapkan malam ini tanggal 30 Zulkaidah,” jelasnya. (www.liputan6.com)
Berdasarkan maklumat Nomor:01/MLM/I.0/E/2018 tentang penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1439 H, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan awal Dzulhijah 1439 Hijriah berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu, Tanggal 1 Dzulhijah 1439 H jatuh pada hariSenin, 13 Agustus 2018 M. dengan demikian, Hari Arafah (9 Zulhijah 1439 H) jatuh pada hari Selasa , 21 Agustus 2018 M dan Idul Adha (10 Zulhijah 1439H) jatuh pada hari Rabu , 22 Agustus 2018 M. (www.muhammadiyah.or.id)
Awal Dzulhijjah 1439 H bertepatan dengan hari Senin (mulai Ahad malam), 13 Agustus 2018 atas dasar penyelenggaraan rukyah (Ahad, 29 Dzulkaidah 1439 H) petang ini,” tulis pesan bertanda Ketua LF PBNU KH Ahmad Ghazalie Masroeri pada Ahad (12/8).Hal ini didasarkan pada hasil pengamatan beberapa perukyat dari berbagai daerah yang berhasil melihat hilal. Di antara tempat perukyat yang berhasil melihatnya adalah Bukit Condrodipo Gresik, Jawa Timur; IAIN Madura; Pelabuhan Taddan Sampang, Madura; Gedung STIBA Makassar, Sulawesi Selatan; Centeral Obserbasi Astronomi Club Kudus, Jawa Tengah; Masjid Jami’ Denanyar, Jombang, Jawa Timur; Pantai Pungkruk, Jepara, Jawa Tengah; Markaz RHI, Yogyakarta; dan Pantai Pandian Wonorejo, Situbondo; Jawa Timur.Dengan demikian, Idul Adha, yakni 10 Dzulhijah 1439 H jatuh pada hari Rabu (22/8/2018). “Maka Idul Adha 1439 H bertepatan dengan hari Rabu, 22 Agustus 2018,” kata Kiai Ghazalie.(www.nu.or.id)
BACA JUGA: Idul Adha di Saudi dan Indonesia Berbeda, Ini Penjelasannya
Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan kepada umat Muslim bahwa Idul Adha jatuh, pada Selasa (21/8). Hal disebabkan pada Ahad (12/8) ini adalah hari pertama bulan Zulhijah. Dilansir The Saudi Press Agency, dengan demikian, Hari Arafah atau puncak dari ibadah haji tahunan akan jatuh pada Senin (20/8) dan Idul Adha jatuh satu hari setelahnya yakni pada Selasa (21/8). (www.republika.co.id)
Sebagai peneliti dalam bidang astronomical algorithms, penulis memandang bahwa fenomena ini menarik. Pertama, jika biasanya NU/pemerintah dan Muhammadiyah tidak sepakat dengan penetapan awal bulan, kali ini berbeda. Baik NU, Muhamamdiyah, maupun pemerintah sepakat bahwa 1 Dzulhijah 1439 H bertepatan dengan tanggal 13 Agustus 2018. Kedua, jika biasanya NU dan pemerintah selalu sama tentang kapan rukyatul hilal awal bulan dilakukan (tanggal 29 bulan Qomariyah), kali ini berbeda. Sesuai surat yang diedarkan kementrian agama, rukyatul hilal oleh kemenag dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 Agustus 2018. Adapun lembaga falakiyah PBNU menetapkan bahwa waktu rukyatul hilal bulan Dzulhijah adalah Ahad, 12 Agustus 2018 (silakan cermati kembali kutipan penulis di atas). Ketiga, meskipun NU, Muhammadiyah, dan pemerintah sepakat dengan awal bulan dzulhijjah 1439 H,namun keputusan itu berbeda dengan keputusan mahkamah agung Arab Saudi. Di Indonesia, 1 Dzulhijah bertepatan dengan tanggal 13 Agustus 2018, sedangkan di Arab Saudi, bertepatan tanggal 12 Agustus 2018. Saudi lebih dulu 1 hari dari Indonesia.
Dampak fenomena ini, di Saudi Idul Adha tanggal 21 Agustus 2018 sedangkan di indonesia, Idul Adha tanggal 22 Agustus 2018. Sehinga ketika kaum muslimin wukuf di padang arafah pada 9 Dzulhijah (20 Agustus 2018) di Saudi, di indoesia masih dianggap 8 dzulhijah. Dan sebaliknya, ketika di Saudi hari raya Idul Adha pada tanggal 10 dzulhijah (21 Agustus 2018), di idonesia sedang puasa arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Di sisi lain, ada larangan berpuasa pada hari raya Idul Adha. Fenomena ini dapat dikaji secara astronomi maupun secara fiqh namun dalam tulisan ini, penulis hanya akan mengemukakan dalam sudut pandang astronomis.
Sebelum kita mengkaji ketiga fenomena tersebut, ada pemahaman awal yang perlu dibangun. Pertama, Penetapan awal bulan hijriyah oleh pemerintah berdasarkan rukyat hanya digunakan untuk tiga bulan yang terkaita dengan ibadah kaum muslimin (Ramadhan, Syawal, Dzulhijah). Adapun pada bulan-bulan yang lain, murni menggunakan hisab dengan kriteria imkanu rukyat (tinggi bulan di atas dua derajat). Kedua, Lembaga falakiyah PBNU konsisten menngunakan metode rukyatul hilal setiap bulan. Ketiga, Muahmadiyah konsisten menggunakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal (tinggi bulan di atas 0 derajat).
Untuk penetuan awal Dzulhijah tahun ini, pemerintah melakukan rukyatul hilal pada ahari sabtu, tanggal 11 Agustus 2018. Ini bertepatan dengan hari terjadinya ijetimak (bumi, bulan, matahari berada dalam satu garis lurus), karena menganggap bahwa pada hari Sabtu 11 Agustus 2018 sudah masuk 29 Dzulkaidah 1439 H. Hal ini didasarkan dari hasil hisab masuknya bulan Dzulkaidah. Menurut pemerintah, 1 Dzulkaidah adalah tanggal 14 Juli 2018 karena tinggi bulan pada saat itu sudah di atas 3 derajat (memenuhi kriteria hilal imkanu rukyat).
Adapun NU melakukan rukyatul hilal pada hari ahad, 12 Agustus 2018 karena menggap bahwa pada hari tu baru 29 Dzulqadah 1439 H (menurut pemerintah, 30 Dzulkaidah 1439 H). Ini didasarkan dari penetapan 1 Dzulkaidah 1439 H dengan metode rukyat, jatuh pada tanggal 15 Juli 2019 karena tak ada satu orang pun di indonseia yang mengaku melihat hilal pada tanggal 29 Syawal 1439 (13 Juli 2018). Dengan demikian, bulan Syawal digenapkan 30 hari dan 1 Dzulkaidah jatuh pada tanggal 15 Juli 2018.
Terjawablah satu fenomena, mengapa NU dan pemerintah berbeda dalam penetapan waktu rukyatul hilal (29 Dzulkaidah 1439 H), yaitu karena memang berbeda dalam penetapan 1 Dzulkaidah 1439 H.
BACA JUGA: Kemenag: Idul Adha 1439 Hijriah Jatuh pada 22 Agustus 2018
Muhammadiyah yang konsisten menggunakan metode hisab setiap bulan, menetapkan 1 Dzulhijah yang sama dengan pemerintah. Karena pada 29 syawal 1438 H (13 Agustus 2018) tingi bulan sudah mencapai 3 derajat, ini sudah memnuhi kriteria wujudul hilal Mumammadiyah sehingga Muhammadiyah pun menetapkan bahwa 1 Dzulkaidah pada atanggal 14 juli 2018. Dengan demikian, 29 Dzulkaidah bagi muhammadiyah adalah tanggal 11 Agustus 2018. Namun karena pada tanggal itu belum memenuhi kritria wujudul hilal muhamamdiyah (bulan berada di bawah ufuk), maka bulan Dzulkaidah dicukupkan 30 hari. Itulah alasan mengapa 1 Dzulhijah menurut Muhammadiyah, jatuh pada tanggal 13 agustus 2018.
Adapun pemerintah, meskipun menerapkan metode rukyat dalam penentuan awal bulan hijriyah pada tiga bulan yang terkait dengan ibadah tahunan kaum muslimim (Ramadhan, Syawal, Dzulhijah), namun pada tanggal 29 Dzulkaidah versi pemerintah (11 agustus 2018), tidak ada yang dapat melihat hilal karena hilal masih di bawah ufuk. Secara otomatis, pemeirntah pun mencukupkan bulan dzulkaidah menjadi 30 hari sehingga 1 Dzulhijah jatuh pada tanggal 13 Agustus 2018.
Lembaga Rukyat falakiyah NU, meskipun turunnya 1 hari lebih lambat dari pada tim rukyatul hilal pemerintah, ternyata menghasilkan hasil yang sama, bahwa 1 Dzulhijah jatuh pada tanggal 13 agustus 2018. Hal ini disebabkan karena hilal telah terlihat pada tangal 12 Agustus 2018 (29 syawal 1439 H versi NU). Secara astronomis, ini wajar, karena memang tinggi hilal sudah mencapai 13 derajat saat itu, sangat memungkinkan untuk terlihat walau tanpa teleskop.
Bulan Dzulkaidah menurut Pemerintah dan Muhammadiyah adalah 30 hari, sedangkan menurut NU, hanya 29 hari. Inilah jawaban mengapa NU, Muhammadiyah, dan pemerintah sepakat bahwa tanggal masuknya 1 Dzulhijah 1439 H adalah 13 Agustus 2018. Cara mencarinya berbeda, namun hasilnya sama. Alhamdulillah, ini maslahat untuk persatuan umat Islam di Indonesia.
Menariknya, ketika Indonesia menentukan 1 Dzulhijah bertepatan tanggal 13 Agustus, berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkannya pada tanggal 12 Agustus 2018. Artinya, rukyatul hilal di saudi diadakan pada tanggal 11 Agustus 2018 yang bertepatan dengan tanggal 29 Syawal. Ini mirip dengan pemahaman pemerintah bahwa 29 syawal adalah tanggal 11 Agustus 2018. Namun meskipun pemahamannya sama, dan sama-sama menggunakan metode rukyatul hilal, hasilnya berbeda.
Sebab pertama, karena di Indonesia, sama sekali tak bisa melihat hilal pada tanggal 11 Agustus karena bulan berada di bawah ufuk ketika matahari terbenam. Berbeda dengan Saudi, walau peluangnya sangat kecil dan diragukan oleh para ilmuan, tapi masih ada kemungkinan melihat hilal, karena ketika matahari terbenam, hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian sekitar 2 derajat. Otoritas Saudi menyebutkan, ada empat orang yang mengaku melihat hilal. Jika mereka disumpah, sudah lebih dari cukup secara syariat oleh Mahkamah Agung Arab Saudi untuk menetapkan 12 Agustus 2018 sebagai awal bulan Dzulhijah 1439 H.
Ijetimak bulan, matahari, dan bumi cuma terjadi sekali, namun parameter waktu di masing-masing negara berbeda akibat adanya rotasi bumi. Ketika di Indonesia terjadinya ijetimak saat matahari telah terbenam, di waktu yang sama, di Arab saudi baru pukul 12.57 siang. Inilah yang mempengaruhi perbedaan hasil rukyat ke dua negara. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.