JAKARTA–Pemerintah telah merilis aturan pelaksana dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024.
PP yang terdiri atas 1172 pasal ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024 dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, pada hari yang sama.
Salah satu aspek penting yang diatur dalam PP ini adalah ketentuan mengenai Pengendalian Zat Adiktif (Produk Tembakau).
Direktur Program Indonesia Institute for Social Development (IISD) Ahmad Fanani, menyambut baik pengesahan aturan pelaksana ini sebagai langkah penting dalam transformasi kesehatan menuju Visi Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA:Â Sikapi Fenomena Judi Online, Ketua Umum PP PRIMA DMI: Judi Dilarang Agama
Dalam hal pengendalian tembakau, PP ini menandai berlakunya rezim baru pengendalian tembakau. “Muatan pengaturan dalam PP tersebut belum mencerminkan norma pengendalian yang maksimal, tapi patut disyukuri sebagai “Kado awal Agustusan,” ujarnya kepada Islampos.com di Jakarta, Rabu (31/8).
Namun, disisi lain dirinya menyayangkan promosi melalui Iklan masih dibolehkan. “Larangan iklan hanya berlaku di media sosial, akan tetapi Iklan di media lain masih diperbolehkan seperti di website dan platform internet lainnya,” ungkapnya.
Fanani menjelaskan, Iklan di televisi masih boleh ditayangkan pada pukul 22.00 hingga 05.00, (berubah 30 menit dari aturan sebelumnya). Bahkan, kata dia larangan Iklan di Media Luar Ruang juga masih diperbolehkan meski dengan ketentuan tidak boleh ditempatkan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
“Salah satu faktor determinan penyebab darurat rokok sedemikian mencemaskan adalah ‘sihir’ iklan. Berbagai evidensi menunjukkan iklan adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan menstimulasi anak muda merokok,” pungkasnya.
Fanani menambahkan, dalam riset Indonesia Institute for Social Development (IISD), 71% Perokok Pelajar menyatakan bahwa iklan rokok itu kreatif/inspiratif, merangsang mereka untuk merokok,” terangnya.
Di ASEAN, kata Fanani hanya Indonesia yang masih membolehkan iklan rokok. Menurutnya, sulit mengeliminir epidemi rokok tanpa kebijakan larangan iklan. Selain itu, gempuran iklan rokok mendistorsi pemahaman publik, terutama pada kelompok rentan (remaja dan anak- anak).
“Kesadaran publik yang terjerat oleh citra yang dikonstruksi iklan tersebut membuat mereka rela mengabaikan segala dampak buruk yang terkandung dalamnya,” tuturnya.
Mantan Bendahara Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini menyampaikan, peringatan kesehatan hanya 50%. Sesuai Pasal 438 Ayat (4) huruf e, Pictorial health warning (PHW) pada kemasan rokok harus menempati 50 persen dari bagian atas kemasan sisi lebar depan dan belakang.
Ketentuan ini hanya naik 10%. Sebagai informasi, dalam regulasi sebelumnya, PHW ditetapkan 40%. Padahal berbagai riset menunjukkan PHW hanya efektif dalam besaran diatas 80%.
Ia juga menekankan, Pengesahan PP 28 tahun 2024 ini tak serta merta menjadi akhir dari darurat candu tembakau. Tapi setidaknya ini menunjukkan kehendak baik dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi.
BACA JUGA:Â Â Apresiasi Indonesia Bela Palestina, Grand Syekh Al Azhar Serukan Kerukunan Umat
Fanani mengingatkan, beberapa aturan progresif dalam PP tersebut, seperti larangan Penjualan kepada orang di bawah 21 tahun, dan Larangan Penjualan eceran per batang, masih membutuhkan pengaturan teknis yang kompleks.
“Meskipun belum sempurna, mempertimbangkan proses politik dan tebalnya tantangan dari industri, merupakan titik capai yang patut disyukuri sebagai batu loncat untuk pengaturan yang lebih ketat,” cetusnya.
Ia menegaskan pentingnya pengawalan terhadap implementasi PP Kesehatan ini agar semua pihak mematuhi aturan yang ditetapkan demi kesehatan masyarakat. []
REPORTER: RHIO | ISLAMPOS