KITA semua sedang kelaparan. Bolehkah aku membeli untamu untuk kita sembelih? Aku berjanji akan membayarnya setelah kita kembali ke Madinah nanti.”
“Hmm, baiklah. Aku pun merasa lapar, sama seperti kalian.”
“Berapa ekor unta yang kita sembelih hari ini?
“Bagaimana kalau tiga?”
“Baiklah.”
BACA JUGA: Utusan Penguasa Romawi Bertemu dengan Abu Ubaidah
Para tentara itu beramai-ramai menyembelih tiga unta tunggangan mereka. Tak ada pilihan lain. Lima betas hari berada di daerah pengintaian, perbekalan mereka tidak mencukupi lagi. Saat itu, tahun 8 H, Rasulullah mengutus 300 pasukan Muslim ke kabilah Juhainah, sebuah tempat di sebelah selatan Madinah. Tempat itu terletak di tepi laut dan dekat dengan kota Makkah. Abu Ubaidah bin Jarrah mendapat tugas sebagai pemimpinnya.
Pasukan ini bertujuan untuk menyelidiki usaha-usaha kaum kafir dalam merintangi kemajuan Islam. Rasulullah membekali pasukan itu dengan sekarung kurma. Dalam waktu beberapa hari saja, kurma itu hanya tinggal sedikit. Sebagai gantinya, pasukan Muslim menyembelih unta-unta tunggangan mereka.
Menyaksikan hal ini, Abu Ubaidah menjadi resah. la tak bisa membiarkan penyembelihan unta terus berlangsung. “Hentikan penyembelihan unta. Kita tidak bisa melakukannya terus menerus atau pasukan kita menjadi lemah dan lamban,” kata Ubaidah kepada pasukannya.
“Lalu kita akan memakan apa?” tanya mereka.
“Kumpulkan sisa kurma kalian. Itu yang kita makan!”
Seluruh pasukan mengumpulkan sisa kurma mereka. Setiap hari, satu kurma dibagi kepada setiap orang. Mereka mengisap-isap kurma itu untuk merasakan manisnya dan tidak memakan apa pun lagi selain meminum air. Lama-kelamaan, tenaga mereka melemah lantaran rasa lapar. Mulailah mereka memakan daun-daun kering yang dibasahi dengan air.
Abu Ubaidah merasa iba melihat pasukannya. Namun ia tidak dapat berbuat banyak selain berdoa dan meyakinkan pasukannya bahwa senantiasa ada kemudahan di balik kesulitan yang Allah timpakan.
Keyakinan Abu Ubaidah dan pasukannya terbukti. Saat perjalanan mendekati pantai, mereka melihat sebuah gundukan hitam di tepi pantai. “Bukit apakah gerangan yang menutupi pantai?”
Mereka mendekat. Alangkah terkejutnya mereka melihat seekor ikan Anbar (paus) raksasa tergolek tak berdaya. Ikan itu dalam keadaan mati. Belum pernah seorang pun dari mereka melihat ikan sebesar itu sebelumnya.
“Masya Allah, ini bukan bukit, tap seekor ikan raksasa!” teriak mereka kegirangan.
BACA JUGA: Pesan Terakhir Abu Ubaidah ibn Jarrah
“Ini adalah bangkai!” kata Abu Ubaidah. Namun beberapa saat kemudian ia kembali berkata, “Kita dalam perjalanan fisabilillah dan dalam keadaan terpaksa serta darurat. Kita boleh memakannya.”
“Alhamdulillah…terima kasih, ya Allah,” ucap syukur pun meruah dari semua orang.
Serta merta, mereka mengolah ikan raksasa itu untuk dimakan. Saking besarnya, bola mata ikan itu dapat dimasuki oleh 13 orang dewasa. Lemak dalam perut ikan itu berember-ember jumlahnya dan sanggup mengenyangkan ratusan orang. Abu Ubaidah mengambil dua tulang rusuk ikan itu dan menyambungnya dengan dua tangan. la memerintahkan seseorang untuk berkuda di bawahnya dan tulang itu tidak tersentuh. Selama hampir satu bulan lamanya ikan itu tidak habis mereka makan. Ketika kejadian itu dikabarkan kepada Rasulullah, beliau bersabda, “lkan itu adalah rezeki dari Allah untuk kalian yang berjalan di jalan-Nya.” []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Ummu Rumaisha/ Al-Qudwah Publishing/ 2015