JAKARTA—Ketua Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata mengatakan, keputusan pemerintah untuk terus melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta sama saja merampas laut dari nelayan.
Ia menjelaskan, zonasi yang diperuntukkan untuk membangun pulau reklamasi merupakan wilayah nelayan mencari ikan, serta melintasi dan mengelola laut.
“Yang akan dibangun pulau adalah wilayah tangkap nelayan,” ujarnya, seperti dikutip dari Republika, pada hari Kamis (02/11/2017) kemarin.
Martin menyampaikan, mengutip kajian sosial ekonomi yang pernah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa setiap 1 hektare wilayah tangkap ikan yang hilang akan menyebabkan kerugian nelayan Rp 27 juta per tahunnya.
“Ini menunjukkan reklamasi akan menimbulkan kerugian ekonomi bagi nelayan,” tegasnya.
Badan Pangan PBB atau FAO, sudah mengakui nelayan kecil menjadi solusi bagi permasalahan pangan. Dimana nelayan diakui sebagai kelompok strategis penyedia pangan yang murah, sekaligus pelindung ekosistem dan emisi karbon yang rendah.
FAO telah mengeluarkan pedoman pelindungan nelayan tahun 2014. Dan DPR RI juga sudah mengeluarkan peraturan dengan UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan dan petambang garam.
Diketahui, pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta terus berlanjut dengan dicabutnya moratorium reklamasi oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan. Sementara Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini mengaku masih sesuai dengan janjinya saat masa kampanye, yaitu menghentikan reklamasi.[]