SESUNGGUHNYA, merealisasikan nilai keikhlasan dalam penghambaan kepada Allah SWT di dunia ini merupakan solusi konkret untuk membebaskan diri dari setan. Hal ini sesuai dengan pengakuan setan itu sendiri.
Allah SWT berfirman,
“Iblis berkata, “Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di
antara mereka’.” (QS Al-Hijr: 39-40).
BACA JUGA: Zona Keikhlasan
Setan sendiri mengakui ketidakmampuannya untuk menjerumuskan dan menggoda orang-orang ikhlas. Siapakah sebenarnya orang ikhlas itu? Dia adalah orang yang beramal dan tidak suka dipuji orang lain.
- Ya’qub AI-Makfuf berkata, “Orang ikhlas adalah orang yang merahasiakan kebaikannya sebagaimana dia merahasiakan kejelekannya.”
- Apa itu ikhlas?
Sahal berkata, “Ikhlas adalah semua gerak-gerik dan diamnya seseorang hanya untuk Allah SWT semata.” - Ibrahim bin Adham berkata, “Ikhlas adalah kebenaran (ketulusan) niat bersama Allah semata.”
- Abu Utsman berkata, “Ikhlas adalah tidak mempedulikan penglihatan makhluk dan hanya terfokus dengan pandangan kepada sang Khaliq (pencipta).”
- Ada pula yang berkata, “Ikhlas adalah, senantiasa merasakan pengawasan Allah secara berkesinambungan dan melupakan semua kemujuran.” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan seseorang selain dia ikhlas dan mengharapkan ridha Allah semata.” (HR An Nasa’i)
- Al-Juneid berkata, ‘Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang berakal. Di saat mereka menggunakan akal, mereka akan beramal. Jika mereka beramal, mereka akan ikhlas. Sehingga keikhlasan menggiring mereka menuju semua jenis amal kebajikan. Karena ikhlas merupakan benteng kokoh yang menjaga manusia dari tipu daya dan makar setan, maka setan akan berusaha dengan segala upayanya dan dengan semua cara serta tipu dayanya untuk menjauhkan manusia dari benteng keikhlasan.
Di bawah ini adalah contoh-contoh yang dapat menggambarkan hakikatikhlas:1. Tingkatan Pertama:
1. Imam Ghazali berkata, “Jika seseorang hendak mendirikan shalat dan berusaha melakukan dengan penuh keikhlasan, setan akan melancarkan perangkap dan memasukkan bencana kepadanya. Jika ada orang atau sekelompok orang yang melihat atau masuk ke dalam
ruangannya, setan akan membisikinya, ‘Perbaikilah shalatmu, hingga orang yang hadir memandangmu dengan penuh hormat, memuji dan segan. Selain itu, mereka tidak mencela dan menggunjingmu hingga anggota badanmu akan khusyuk, perasaanmu tenang dan kamu melakukannya dengan baik serta sempurna.’ Ini adalah riya’ yang sesungguhnya.”
2. Seseorang yang telah mengetahui dan memahami bencana ini dan bersikap waspada serta memperingatkan dirinya dari hal ini. Dia tak mematuhi dan tidak peduli dengan bujukan setan dalam shalatnya. Dia meneruskan shalatnya seperti tak ada yang terjadi. Maka, setan akan menghampirinya dengan iming-iming kebaikan dan berkata, “Kamu adalah orang yang diikuti dan diteladani, kamu sedang diperhatikan orang lain. Jika kamu melakukannya secara baik, orang lain akan mengikuti dan meneladanimu. Di samping itu, kamu akan meraih pahala seperti
mereka. Sebaliknya bila kamu buruk, kamu akan mendapatkan dosa. Perbaiki dan perindahlah perbuatanmu di hadapan mereka, agar mengikuti cara shalat khusyuk dan ibadah serta kebaikan yang kamu lakukan.”
BACA JUGA: Ikhlas Itu Berat, namun Harus Tetap Diusahakan
Sebenarnya, tingkatan ini lebih berbahaya daripada tingkatan pertama. Sebab, terkadang orang yang berada pada tingkatan ini tertipu, meskipun pada tingkatan pertama dia tidak tertipu. Ini merupakan perbuatan riya’ dan pemusnah keikhlasan. Karena, ketika ia melihat kekhusyukan dalam ibadahnya dan membaguskan ibadahnya sebagai suatu kebaikan. Maka, ia merasa senang jika melakukannya di hadapan orang lain. Tetapi, mengapa dia tidak melakukan hal ini ketika dia sendirian? Apakah diri orang lain lebih mulia dari dirinya? Sebenarnya, ini adalah perangkap dan jeratan setan.
3. Tingkatan ini lebih rumit dari sebelumnya. Seseorang mencoba membiasakan dirinya untuk hal ini dan senantiasa mewaspadai tipu daya setan. Dia mengetahui, bahwa perbedaan kekhusyukan ketika shalat sendirian dan disaksikan orang lain adalah sifat riya’. Ia juga
mengetahui bahwa, keikhlasan dalam shalatnya yang sendirian harus sama ketika ia shalat bersama orang lain. Dan ia malu pada Rabb-nya kalau dia menambah kekhusyukannya dalam shalatnya bersama orang lain melebihi kebiasaannya.
Maka, dia pun melaksanakan shalat sendirian dengan kekhusyukan yang sama kala mengerjakannya bersama orang lain. Dia juga mengerjakan shalat di hadapan orang lain dengan kekhusyukan yang sama seperti ketika dia shalat sendirian. Hal ini juga termasuk riya’ yang terselubung. Sebab, dia shalat dengan baik di kala sendirian supaya bisa melaksanakannya dengan baik ketika bersama orang lain. Dia tidak membedakan antara keduanya, tujuan shalatnya yang sendirian ataupun ketika disaksikaan orang lain sama-sama karena manusia.
Akan tetapi hakikat ikhlas adalah, ketika shalatnya disaksikan binatang maupun manusia, ia tidak memiliki perasaan yang berbeda. Seakan-akan dirinya tidak rela untuk mencemari shalatnya bersama orang banyak sehingga ia merasa malu pada Rabb-nya kalau dirinya bersikap riya’.
Dia menganggap bahwa perasaan itu akan hilang jika shalatnya di kala sendirian sama kondisinya dengan saat disaksikan orang lain. Setelah hal itu hilang, mustahil dia akan mencari pujian manusia, sebagaimana dia juga tidak mencari pujian dari benda-benda mati di kala ia shalat sendirian ataupun disaksikan orang lain.
Orang semacam ini termasuk tipikal manusia yang disibukkan oleh keinginannya terhadap manusia, baik di kala sendirian maupun ketika bersama orang banyak. Perasaan seperti ini termasuk kategori tipu daya setan yang terselubung.
4. Tingkatan ini lebih halus dan tersembunyi dari sebelumnya. Ketika orang-orang melihatnya di kala shalat. Akan tetapi setan tidak mampu berbisik kepadanya, “Lakukanlah shalat dengan
khusyuk karena mereka.” Sebab setan sudah tahu, kalau orang ini tak akan terpengaruh. Sehingga setan berbisik kepadanya, “Renungkan keagungan dan kemuliaan Allah SWT, serta siapa dirimu sebenarnya yang berdiri di hadapan-Nya. Malulah jika Allah melihat hatimu dalam keadaan lalai dari-Nya.”
BACA JUGA: Ikhlas Itu…
Maka, hati dan anggota tubuhnya pun hadir dan khusyuk seketika. Dia mengira kalau hal tersebut merupakan hakikat keikhlasan. Padahal ini merupakan bentuk tipu daya dan makar terselubung setan. Sebab, kalau dia khusyuk karena keagungan Allah, niscaya perasaan khusyuk ini juga akan
menyertainya di kala sendirian. Akan tetapi, ia tak akan mengkhususkannya karena keberadaan orang lain. Sebenarmya, perasaan aman dari riya’ dalam hal ini merupakan bencana. Orang yang memiliki perasaan seperti ini akan merasa tenang di kala sendirian, sebagaimana ketenangannya di saat bersama orang banyak. Dan keberadaan orang lain bukan faktor yang menyebabkan dia berperasaa seperti ini, sebagaimana keberadaan binatang juga bukan menjadi faktor penyebab kekhusyukannya.
Selagi kondisinya masih membedakan kekhusyukannya antara saat disaksikan manusia atau binatang, berarti dla masih keluar dari kemurnian ikhlas dan mengotori hatinya dengan syirIk
yang tersembunyi (kecil) yaitu riya’. Syirik kecil ini lebih tersembunyi di hati seorang manusia daripada rayapan semut hitam di tengah-tengah padang pasir pada malam gelap gulita. Hanya orang teliti, jeli, dan membentengi dirinya dengan perlindungan, taufik dan hidayah Allah sajalah yang bisa selamat dari tipu daya setan ini.
Kesimpulannya, setiap unsur-unsur keduniaan yang membuat hati menjadi condong, dan jiwa merasa tentram jika menghinggapi amalan baik sedikit atau banyak. Maka, kejernihan amalan akan keruh dan keikhlasannya akan sirna. Karena itu, ikhlas adalah amalan paling rumit dan paling sulit direalisasikan. Namun jangan sampai hal ini menjadi alasan untuk tidak beramal. Karena hal itulah yang menjadi tujuan dan misi setan. Akan tetapi Anda harus berusaha keras untuk mensucikan amalan dan jangan sampai meninggalkannya karena takut riya’.
Seperti diungkapkan Fudhail bin lyadh,
“Meninggalkan suatu amalan karena manusia adalah riya’, dan melakukan suatu perbuatan karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas adalah, jika Allah memeliharamu dari kedua sifat ini.” []
Referensi: Ruqyah Jin, Sihir, &Terapinya/Syaikh Wahid Abdussalam Bali/Ummul Qura/2014