IKHLAS seorang hamba tidak dapat terlepas dari niatnya yang tulus, ucapannya yang jujur, tindakan dan perbuatan yang mewjudkan tujuannya. Sesuatu yang keluar dari niat yang murni hanya untuk taqorrub kepada Allah SWT. Itulah yang disebut ikhlas.
Tindakan dan perbuatan yang disertai niat untuk mencari keridhaan Allah, akan menghasilkan hamba–hamba Allah yang beramal dengan ikhlas. Jadi niat yang keluar dari hati seorang hamba, menjadi faktor penentu utama ikhlasnya seorang hamba.
Ikhlas dalam beribadah sangatlah penting, karena tiada sebuah awal diterima disisi Allah, kecuali diniatkan dengan ikhlas mencari keridhaan Allah. Walaupun seorang hamba ibadahnya banyak, tetapi tidak disertai ikhlas maka ibadahnya itu sia-sia. Nauzubillah.
BACA JUGA: Apakah Ikhlas Selalu untuk Hal yang Kecil?
Sesungguhnya ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, dan hanya kepada Allah lah hamba yang ikhlas berserah diri. Esensi ikhlas dalam ibadah adalah memfokuskan tujuan ibadah hanya kepada Allah, dan tak ada yang dituju kecuali Allah semata. Ibadah yang dilaksanakan secara ikhlas, akan membawa seorang hamba pada titik pengetahuan diri secara utuh kepada Allah.
Semakin ikhlas dalam beribadah, maka Allah semakin dekat. Hamba yang dekat dengan Allah SWT, tak perlu takut menghadapi kesulitan dan persoalan hidup yang menimpanya.
Karena ia percaya setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan dia tidak memberikan suatu ujian pada seorang hamba, kecuali hamba itu mampu menanggungnya.
Sesungguhnya yang membuat semakin berat sebuah ujian hamba adalah penolakan dia, ketidak puasan dia, kerakusan dia, dan penghujatan dia atas ujian dan bencana hidup yang menimpanya.
Salah satu bentuk ibadah ialah shalat, sehingga seberapa pentingkah ikhlas dalam melaksanakan shalat? Karena shalat merupakan sarana seorang hamba berinteraksi dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Seberapa pentingkah kedudukan ikhlas dalam melaksanakan ibadah shalat?
Ikhlas dalam shalat merupakan keharusan, sebab shalat adalah bukti pemurnian sikap seorang hamba atas keberadaan Allah SWT. Shalat dalam makna bahasa berarti do’a, Allah memerintahkan hambanya untuk melaksanakan shalat lima kali sehari semalam.
Dan hamba-hamba yang ikhlas, akan melaksanakan perintah tersebut sebagai bukti penyerahandirinya kepada Allah.
Shalat dalam ajaran Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena keterangan dalam hadist.
Rasulullah SAW bersabda,“Shalat adalah tiang Agama!“
Di mana jika seorang hamba (umat Islam) tidak melaksanakan shalat (Islam tanpa shalat), maka tiang-tiang Agama Islam ini akan runtuh.
Selain itu shalat juga merupakan kewajiban pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dalam peristiwa Isra Mi’raj, hamba Allah yang ikhlas akan bersemangat mengerjakan shalat, karena ia meyakini shalat dalam mencengah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.
BACA JUGA: Inilah Arti Ikhlas yang Sebenarnya
Allah SWT berfirman, “ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu AL-Kitab (ALQur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengeahui apa yang kamu kerjakan,“ (QS. AL-Ankabuut : 45)
Kekejian dan kemungkaran yang terjadi di Bumi ini sesungguhnya bersumber dari prilaku dan perbuatan manusia itu sendiri. Kesombongan dan keserakahan ummat manusia, telah membuat banyak kerusakan terjadi di Bumi. Dan shalat akan membawa penghambaan yang tulus seseorang manusia kepada Tuhannya.
Dalam shalat, sifat-sifat sombong, keserakahan, pembangkangan dalam diri manusia akan hilang, dan sifatsifat positif dalam diri manusia akan tumbuh, lalu pancarannya akan menerangi prilaku hidupnya setiap waktu. [
Shalat juga merupakan kewajiban pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dalam peristiwa Isra Mi’raj, hamba Allah yang ikhlas akan bersemangat mengerjakan shalat, karena ia meyakini shalat dalam mencengah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah SWT berfirman, “ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (ALQur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengeahui apa yang kamu kerjakan,“ (QS. AL-Ankabuut : 45)
Kekejian dan kemungkaran yang terjadi di Bumi ini sesungguhnya bersumber dari prilaku dan perbuatan manusia itu sendiri. Kesombongan dan keserakahan ummat manusia, telah membuat banyak kerusakan terjadi di Bumi. Dan shalat akan membawa penghambaan yang tulus seseorang manusia kepada Tuhannya.
Dalam shalat, sifat-sifat sombong, keserakahan, pembangkangan dalam diri manusia akan hilang, dan sifatsifat positif dalam diri manusia akan tumbuh, lalu pancarannya akan menerangi prilaku hidupnya setiap waktu.
Kenapa shalat dapat mencegah dari prilaku keji dan mungkar, karena nilai-nilai pencerahan dalam shalat seorang hamba akan mempengaruhi prilaku positif dalam hidupnya, dan efeknya akan mencegah kekejian dan kemungkaran di Dunia ini.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW juga pernah berkata : “ Shalat adalah kenikmatan pandangan mataku (Qurata’ a’yyun), dan dia juga menyebutnya (Shalat) sebagai ’istirahat kita’.” (Hadist)
BACA JUGA: Pahala Bikin Ibadah Tidak Ikhlas karena Allah SWT, Benarkah?
Saat Rasulullah SAW Isra Mi’raj untuk menerima perintah shalat, ia bertemu dengan Allah SWT. Berjumpa dengan Allah adalah kenikmatan yang tak ada bandingannya, bahkan nikmatnya surga tak ada bandingnya dengan perjumpaan dengan Dzat Allah.
Allah adalah pencipta yang dzatnya tidak dapat dilukiskan katakata, tak satupun lidah dapat digerakan untuk mengungkapkannya, dan satupun jawaban dapat mendefinisikannya. Dia adalah petunjuk kepada diri-Nya, dan penguasa bagi uraian diri-Nya. Dia adalah keludahan dari semua yang ludah dan kalimat yang dengan menuturkan diri-Nya hanya milik dirinya.
Seperti firmannya dalam sebuah Hadist-Qudsi : “ Aku ini adalah perbendaharaan yang tersembunyi, aku ingin diketahui, aku jadikan makhluk supaya diketahui dan dikenal. ” (Hadst-Qudsi). []
Referensi: Keajaiban Ikhlas/Muhammad Gatot Aryo Al-Huseini/Coretan Books Publishing