PERJUMPAAN dengan Allah yang penuh kenikmatan dalam Isra Mi’raj, membuat beliau merasa berat hati untuk meninggalkan tempat terhormat yang penuh berkah sererti itu, lalu Allah SWT bersabda pada Muhammad :
“ Hai Muhammad, engkau adalah utusan abdi-Ku sebagaimana semua utusan-Ku, bila engkau tinggal disini, engkau tidak dapat menyampaikan pesanku untuk abdi-Ku. Bilamana engkau menginginkan suasana seperti ini maka shalatlah, dan aku akan membuka suasana ini bagimu. “
Kemudian Nabi diperintahkan untuk kembali ke dunia, namun dia meninggalkan jiwanya di surga, ruhnya di pohon teratai, dan kalbunya dalam hadirat ilahi yang tak tergumamkan, sementara rahasianya ditinggal mengambang tanpa tempat.
BACA JUGA: Cara Melatih Ikhlas, Bagaimana?
Kisah di atas memberi pelajaran bahwa shalat yang benar (sempurna) adalah bila dapat bila merasakan. “Tabir ke-Esaan Allah!“, membawa diri seorang hamba dalam bahtera yang mengambang di tengah-tengah angkasa ilahi. Mencapai pertemuan dengan Dzat yang agung, anggun, dan tak terucapkan.
Jadi tak berlebihan bila kita menyimpulkan “shalat adalah mirajnya seorang mumin“, karena hanya dalam shalatlah, seorang hamba akan mencapai perjumpaan dengan Allah.
Itu sebabnya Rasulullah SAW mengatakan “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat Aku shalat ”, bukan “Shalatlah sebagaimana kalian aku ajari shalat.“ Itu artinya kesempurnaan keadaan shalat (khusyu), sepenuhnya wewenang Allah SWT yang akan diberikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya.
Terutama hambahambanya yang ikhlas di dalam shalat, dan mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang bisa mencapai keikhlasan dalam beribadah (shalat).
Shalat adalah proses pendekatan seorang hamba kepada Tuhannya, untuk mencapai derajat ketaqwaan. Karena Allah menilai kemuliaan seorang hamba bukan pada kekayaan, jabatan, kekuasaan, wanita atau keturunan yang dia miliki. Tetapi ia meilai kemuliaan seorang hamba dari ilmu dan ketaqwaannya.
Hanya shalat yang sesuai aturan-aturan yang di syaratkan, lalu dilakukan dengan tulus ikhlas untuk mencapai keridhaan Allah sematalah, shalat yang akan diterima disisi Allah. Dan imbalan langsung bagi hamba yang shalat dengan ikhlas, adalah kebersihan hati, disucikan dosanya, dan di limpahkan Rahmat serta karunianya yang tak terhingga.
BACA JUGA: Apakah Ikhlas Selalu untuk Hal yang Kecil?
Syeh Ibn ‘Athaillah dalam AL-Hikam mengatakan : “Shalat adalah pembersih hati dari kotoran dosa, dan pembuka pintu kegaiban.“
Shalat yang sempurna terlepas dari alam kasat mata dan sebuah penegasan kembali hubungan total dengan Allah. Setelah manusia ternodai oleh cinta dan nafsu duniawi. Hati yang berkarat hanya dapat dihilangkan dengan shalat dan dzikir, apabila noda-noda itu telah hilang maka jendela-jendela ilham akan terbuka, dan cahaya-cahaya dari yang maha gaib akan bersinar terpantul-pantul pada cermin hati seorang hamba.
Dalam ungkapan yang lain, beliau juga mengatakan : “Shalat adalah sarana bermunajat serta sumber penyucian. Luas didalamnya arena rahasia Allah, dan terbit darinya kilau cahaya-Nya. Allah mengetahui adanya kelemahanmu, sehingga Dia menyederhanakan bilangan shalat. Allah pun mengetahui kebutuhanmu pada anugrah-Nya, sehingga Dia melipatgandakan pahalanya.“
Kesempurnaan shalat seorang hamba akan membawanya pada hubungan yang kian dekat dengan Allah, dan iu akan mengantarkannya pada pencerahan, cahaya dan pengetahuan batin dari yang gaib.
Meskipun jumlah rakaat dan waktu shalat sedikit, tetapi khasiatnya dapat menyembuhkan dan menghidupkan hati pada Sang Khalik, dan pahala berlipat ganda bagi hamba-hambanya yang shalat dengan ikhlas.
Ada ungkapan lain dari Ibnu Athaillah, yang menarik tentang shalat :
“Karena Allah mengetahui bahwa engkau mudah jemu, maka Dia membuat bermacam-macam cara taat untukmu. Dan karena Allah mengetahui bahwa Engkau pun rakus, maka Dia membatasinya pada waktu-waktu tertentu, agar perhatianmu tertuju pada kesempurnaan shalat, bukan pada adanya shalat, karena tidak semua yang shalat dapat menyempurnakannya. “
Manusia adalah makhluk yang tidak sabar dan mudah bosan. Karena itu, Allah juga membuat banyak sarana dan kesempatan demi pengembangan spiritual, juga upaya mempertinggi kesadaran atas kehadiran-Nya.
Shalat hanyalah gerbang menuju halaman kehadiran-Nya (Allah) yang kekal dan hanya hamba Allah yang shalatnya sempurna yang akan mendapatkan-Nya.
Ikhlas dalam shalat sangat subtansial untuk mencapai kesempurnaan. Sedangkan penilaian akhir kesempurnaan shalat seorang hamba, hanya Allah yang berhak menilai sebagai hakim yang memberi keputusan.
BACA JUGA: Muslimah, Ini 11 Wasiat dari Syeikh Al-Utsaimin
Kaum muslimin hanya diperintahkan oleh Rasulullah SAW “Shalatlah kalian, sebagai maha kalian melihat aku shalat! “. Paling tidak, shalat hamba yang ikhlas seperti apa yang selalu di jelaskan dalam do’a iftitah yang biasa diucapkan setelah takbiratul ikhram, perhatikan isinya baik-baik :
“Maha besar Allah, segala puji hanya untuk-Nya dan Maha Suci Allah pagi dan petang selama-lamanya. Kuharapkan wajahku, kehadirat-Mu yang telah menciptakan langit dan bumi. Dengan tulus ikhlas menyerahkan diri, dan saya bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, pengabdianku, bahkan hidup dan matiku, seluruhnya hanya bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalianalam. Tidak ada sekutu bagi Allah, demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah salah satu dari orang-orang yang berserah diri”. []
Referensi: Keajaiban Ikhlas/Muhammad Gatot Aryo Al-Huseini/Coretan Books Publishing