IKHLAS, do’a dan harapan memang memberi ruh dalam beribadah. Ketika kita merasa lelah, malas, dan kita ingat semua itu. Wah, semangat beribadah semakin membara dalam diri kita. So? Ikhlas, do’a dan harapan itu memang harus ada dalam diri kita. Agar kita selalu semangat menjalani ibadah di dunia ini untuk kelak di akhirat.
Wacana-wacana yang menjadikan “kekurangan beranian” atau “kesungkanan” untuk meyakini itu secara bulat, baik di praktik maupun di teori (menjadi metode) dalah sebab ada wacana bahwa “Ibadah itu harus ikhlas. Tidak boleh beribadah karena dunia-Nya. Harus karena wajah-Nya semata.
BACA JUGA: Sedekahmu, Rezekimu
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS: Al-An’am Ayat: 162)
Kalau kalimatnya seperti di atas, siapa yang berani memberi kritik? Siapa yang berani mengoreksi? Dan siapa yang berani memberi catatan? Saya pun tidak akan berani. Apa pun yang kita lakukan tentu harus mengikhlaskan diri kita karena Allah semata.
Tapi tunggu dulu! Orang-orang yang mencarari dunia milik Allah lewat jalan ibadah pun tidak mesti juga serta merta dikatakan tidak ikhlas. Bagaimana kalau mereka secara cerdas, “memisahkan” antara keikhlasan dan do’a?” “Memisahkan” antara keikhlasan dengan harapan? Artinya ketika mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah, dunia akan Allah dekatkan, tapi pada saat yang sama, mereka beribadah sepenuh hati kepada Allah. Harapan pun dia gantungkan semata hanya kepada Allah. Bahwa dia menempuh jalan ibadah, sebab karena Allah dan Rasul-Nya memberi petunjuk demikian. Karenanya, harus percaya dan mengikutinya.
Lalu, kita-kita yang sedang diberi nikmat kesulitan, percaya dan berkenan mengikuti dengan harapan agar benar-benar kesulitan kita dimudahkan Allah jalan-Nya yaitu jalan sedekah, kita turuti betul, alias kita bersedekah.
Kalau menjadi metode, maka bisa dengan mudah diikuti, dicontoh, dan dirasakan oleh banyak orang. Betapapun, success story lebih mudah diserap dan masuk menjadi pemahaman bagi orang banyak.
Sumber: The Miracle of Giving/Karya: Ust. Yusuf Mansur/Penerbit: PT. Bestari Buana Murni