BERBICARA mengenai ikhlas memanglah mudah. Namun pada kenyataannya, setan tak pernah menyerah untuk menggoda niatan kita di awal, di tengah, bahkan di akhir. Terkadang kita merasa sulit melakukan suatu amalan dengan ikhas. Karena kita berharap orang-orang disekitar kita memuji amalan yang kita perbuat.
Namun tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini. Kita mampu berbuat ikhlas walaupun itu tak semudah mebalikkan telapak tangan.
Salah satu kiat bagaimana agar kita bisa beramal secara ikhlas yaitu dengan mencontoh perilaku seorang gembala kambing. Pada saat waktu shalat tiba maka segera ia mengambil air wudhu dan menunaikan shalat di antara kambing-kambingnya. Tentu ia tidak mengharapkan pujian dari kambing-kambingnya meskipun mereka semua ada di hadapannya.
Oleh karena itu, apabila kita mengerjakan amal kebaikan tapi dalam hati takut terbesit atau muncul sifat riya, maka anggap saja orang-orang di sekeliling yang menyaksikan amal perbuatan kita bagaikan kambing.
Pada dasarnya manusia selalu ingin dipuji. Namun ia mengetahui bahwa riya adalah perbuatan yang dicela oleh Allah. Maka dari itu tanamkanlah dalam hati setiap beramal bahwa Allahlah tujuan kita. kita harus lebih senang dipuji Allah daripada dipuji manusia. Kita lebih suka dipuji oleh Allah sebagaimana para sahabat yang dipuji dalam ayat,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalmnya. Itulah kemenangan yang besar. “ (QS. At-Taubah [9] : 100).
Tentu pujian dari Allah akan lebih kita sukai daripada pujian dari manusia. Adakalanya perumpamaan kita dapatkan dari hal-hal yang sederhana. Seperti perumpamaan seorang gembala kambing yang shalat ditengah-tengah kambingnya. Namun dalam pelaksanaannya memang tidak semudah perumpamaan tersebut.
Seperti halnya dalam satu kisah seorang anak muda yang telah berceramah kemudian setelah selesai ia turun dari panggung dan bertanya kepada temannya, “Bagaimana ceramahku? Bagus tidak?”. Padahal andaikan ceramahnya hanya ingin mendapatkan pujian Allah semata, ia akan mendapatkan kedua-duanya. Dan yang lebih mengagetkan adalah jawaban dari temannya tersebut. Ia berkata, “Seandainya kamu tidak bertanya seperti itu, ceramahmu bagus.”
Semoga kita mampu menjadi manusia yang mampu beramal dengan ikhlas, bukan karena pujian manusia semata. Namun lebih dari itu, kita berharap keridhaan Allah swt. []
Sumber : Hikmah dari Langit/Ust.Yusuf Masur/Pena Pundi Aksara.