MEMATUHI para ulama sama halnya dengan mematuhi perintah Rasulullah karena ulama sendiri merupakan pewaris nabi. Sebagai pewaris nabi para ulama tidak mewariskan harta, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, orang awam wajib untuk mengikuti ulama, sehingga pada saat hari pembalasan kelak bisa bersandar kepada ulama.
“Bagi orang awam menjadi kewajiban mengikuti ulama dan nanti ketika sesuatu itu yang dilakukan, dipertanyakan di depan Allah maka ia bisa bersandar kepada ulama,” ucap Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis.
BACA JUGA: Bolehkah Non-Mujtahid Berfatwa?
Setiap Muslim harus mengikuti fatwa ulama untuk menghindari prediksi Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa pada akhir zaman kelak akan muncul orang-orang bodoh yang dijadikan pemimpin.
“Orang bodoh itu dijadikan pemimpin. Lalu kalau dimintakan fatwa, tanpa dia tahu dalilnya, dia menyampaikan sesuatu yang salah maka menjadi sesat dan menyesatkan,” kata KH Cholil.
Dalam surah an-Nisa’ ayat 59, Allah SWT juga memerintahkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Pengertian ulil amri pada ayat itu, dalam pandangan banyak tokoh salaf, seperti Jabir bin Abdullah, Hasan al-Bashri, Abu al-Aliyah, Atha’ bin Abi Rabah, ad-Dhahak, dan Mujahid, adalah para ulama. Namun, Syekh Abu Thalhah menegaskan, ketaatan itu tak boleh membabi buta dan memunculkan taklid. Taat kepada ulama, yakni selama berkaitan dengan urusan fatwa dan hukum dalam menyikapi suatu hal.
Jika berkaitan dengan urusan duniawi, ketentuan menyikapi hal itu diserahkan kembali kepada yang bersangkutan. Ini seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah dalam peristiwa kawin silang kurma. Rasul menyerahkan hal itu kepada kebiasaan para petani.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Membaca Fatwa dan Imbauan MUI
Sebagai pewaris para nabi, ulama adalah perantara untuk mengetahui hukum dan permasalahan seputar agama dan keagamaan. Menurut Imam as-Syathibi, bagi mereka yang kebingungan tak semestinya bertanya kepada pihak yang tak berkompetensi atau tak berkemampuan. Sulit diterima akal sehat jika hal itu terjadi. Tradisi umat bertanya dan para ulama menjawab bahwa ini pun menjadi ciri khas masyarakat Muslim dari masa ke masa.
وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۖ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS al-Anbiyaa’ [21]: 7). []
SUMBER: CHOLILNAFIS.COM