“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya, shalat itu mencegah dari keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan..” (QS Al-Ankabut [29]: 45)
ARTI krusial dari waktu dan momentum ibadah, apa yang dilarang atau dapat membatalkan, dan tempat serta aturan lainnya yang senantiasa harus kita jalankan secara sempurna dalam satu paket adalah sebuah pendekatan integratif yang bersifat komprehensif.
Dengan demikian, ibadah adalah sebuah metode untuk mengoptimalkan fitrah (potensi) manusia secara menyeluruh. Bangun pada sepertiga malam terakhir dan shalat pada saat-saat matahari berada di titik tertentu digaris lintasannya haruslah dimaknai sebagai sebuah bentuk komunikasi antara makhluk dan Rabbnya.
BACA JUGA: Rahasia di Balik Hubungan Waktu Shalat dengan Waktu Makan
Semua ibadah memiliki sifat dasar repetitive, mengulang dan regular atau rutin. Mengapa? Karena dengan mengoptimalkan waktu dan memaknai secara sempurna elemen-elemen yang terdapat dalam suatu ritual ibadah, sesungguhnya secara ilmu faal atau ilmu fungsi tubuh kita telah mengoptimalkan peran “segumpal daging”, yaitu yang disebut dalam Sahih Bukhari, jika segumpal daging tersebut baik, baik pula segalanya dan jika buruk, buruk pula segalanya.
Dalam ijtihad penulis, segumpal daging tersebut adalah talamus, sejumlah statsiun pemancar sinyal otak yang terletak di otak bagian tengah. Jika talamus telah terlatih dan terkendali, aksis atau sumbu HPA (hipotalamus-pituitari-adrenalin) akan terlatih dengan baik juga.
Parameter yang dapat diamati adalah terkendalinya hormon pengatur kecemasan yang dinamakan kortisol. Jika kortisol berada dalam keadaan stabil, aka nada lima indikator ketakwaan yang akan muncul, yaitu:
Rasa tenang. Sensasi ini diatur antara lain oleh kadar serotonin yang optimal (tidak kurang dan tidak berlebih).
Rasa senang. Sensasi ini diatur antara lain oleh kadar endorfin, yaitu suatu “morfin” otak yang berfungsi menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan. Jika seseorang mengkonsumsi narkoba, sesungguhnya perbuatan itu mengindikasikan adanya malfungsi otak atau kurangnya intensitas dan kualitas ibadah orang yang bersangkutan.
Rasa mencintai sesame yang dimanifestasikan dalam keinginan untuk berbagi (sedekah). Sensasi ini diperankan oleh oksitosin, sebuah hormone yang sering dikaitkan dengan sistem reproduksi wanita. Apabila kita cermat mengamati, tentu fungsi hormone yang satu ini jelas terlihat dalam sifat seorang ibu yang penih dengan kelembutan, kasih saying dan perhatiannya yang tulus serta dengan adilnya dibagikan kepada keluarganya.
Rasa bugar. Sensasi sehat dan segar ini diperankan antara lain oleh vasopressin yang bertugas mengatur stabilitas cairan yang pada gilirannya juga akan memengaruhi kinerja jantung dan ginjal.
Rasa cinta yang ikhlas. Sebuah sensasi cinta hanya akan menempatkan Allah SWT. sebagai satu-satunya tujuan hidup dan satu-satunya tempat kita bergantung. Qul huwa Allahu ahad, Allahu ash-shamad.
BACA JUGA: Ini yang Seharusnya Dilakukan ketika Tiba Waktu Shalat
Demikianlah, sekelumit penjelajahan ilmu faal dalam kajian ibadah (shalat). Insya Allah seorang muslim yang menjalankan shalatnya dengan kaffah akan mampu merasakan ketenangan hidup di dunia (bebas dari sifat keji dan munkar) yang akan mengantarkan kita untuk meraih surga kelak di akhirat. Dengan kata lain, shalat dan ibadah adalah upaya mengoptimalkan fungsi otak dan fikiran agar selaras, selamat, bermanfaat baik dunia maupun akhirat!
“Sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS At-Tiin [95]:4)
GELEGAR OTAK
Ayo cari tahu apa yang tersembunyi dalam otak anda!
By: Tuhid Nur Azhar