DALAM Islam, sering dikatakan bahwa ilmu seperti hujan. Secara logika, hujan memang merupakan sesuatu yang mendatangkan banyak manfaat bagi kehidupan. Hujan pula yang menumbuhkan segala macam tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi.
Tanpa hujan, manusia pun sulit untuk bertahan hidup karena ketiadaan air. Maka tak heran jika banyak yang berkata bahwa ilmu seperti hujan.
Ilmu seperti hujan yang memiliki banyak manfaat tidak datang begitu saja. Ilmu termasuk hidayah pemberian Allah Azza wa Jalla. Dan hidayah ilmu itu adalah hidayah yang paling besar.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali,
فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari, no. 2942 dan Muslim, no. 2406, dari Sahl bin Sa’ad)
Ilmu Seperti Hujan
BACA JUGA: Inilah, 4 Keutamaan Menuntut Ilmu dari Kitab Miftah Daar As-Sa’adah
Ketika kita dikaruniai ilmu agama, maka kita pun menjadi paham dalam hal agama. Dan ini merupakan tanda yang baik bagi kehidupan seorang muslim.
Dalam hadits dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak diberi kepahaman pada agama, tidak diinginkan baginya kebaikan. Sebagaimana siapa saja yang ingin baik, ia akan mendalami agama. Siapa yang akhirnya dipahamkan pada agama, berarti ia diinginkan jadi baik.
Fiqh fiid diin dalam hadits yang dimaksud adalah berilmu yang berlanjut dengan beramal. Karena jika seseorang hanya berilmu saja tanpa beramal, ia tidak disebut faqih dalam agama yang efeknya itu baik.” Lihat Miftah Daar As-Sa’adah, 1:243.
Ilmu Seperti Hujan
Salah satu hadits yang menyebut ilmu seperti hujan datang dari Abu Musa radiallahu anhu. Beliau mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ
قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini.
Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air).
Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain.
Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari, no. 79 dan Muslim, no. 2282).
Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas disebutkan bahwa ilmu seperti hujan atau diibaratkan sebagai hujan (ghaits).
Karena berawal dari itulah, ada kehidupan, kemanfaatan, asupan gizi, obat, dan maslahat bagi hambah lainnya. Hati dimisalkan dengan tanah.
Ilmu Seperti Hujan
BACA JUGA: Ilmu tanpa Amal? Kerusakan Terjadi, Ini 6 Kisah Penjelasan Tujuan Mencari Ilmu Pengetahuan
Sedangkan dalam urusan ilmu, manusia terbagi tiga golongan:
1. Ahlul hifzhi wal fahmi, bisa menghafal dan memahami.
2.Ahlul hifzhi, hanya bisa menghafal.
3. Alladziina laa nashiba lahum minhu, tidak bisa menghafal dan memahami.
Dua manusia yang pertama sama-sama berilmu dan mengajarkan ilmu. Manusia yang ketiga itu tidak berilmu dan tidak mengajarkan ilmu.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kebutuhan orang pada ilmu agama seperti kebutuhan orang pada air hujan, bahkan ilmu itu lebih dibutuhkan. Karena jika tidak memiliki ilmu tersebut sama halnya dengan tanah yang tidak pernah mendapati air hujan.” (Miftah Daar As-Sa’adah, 1:245-246). Wallahu a’lam. []
SUMBER: RUMAYSHO