Oleh: Ramadhan Aziz
AKU tak ingin mengatakan bahwa hati ini tak ada penyakit. Jujur! Tatkala pandangan manusia bisa menembus isi hati ini, maka kau akan menemukan dan tercengang betapa begitu banyak noda-noda yang menghiasi hati ini. Astagfirullah, hanya saja karena Cinta-Nya yang masih mengalir begitu deras menutupi segala aib-aib yang ada di hati ini. Dan engkau tak mampu melihatnya. Kembali izinkan diri ini merangkai serpihan kata-kata yang kiranya semoga masih menyimpan makna terlebih untuk diri ini.
Dan tahukah? Saat tersadar adalah saat paling nikmat untuk menyadari betapa besar kasih sayang Allah. Betapa mahal harga taubat yang menghapus semua kesalahan. Dan saat-saat seperti inilah selayaknya menjadi momentum sepesial kita berkhalwat kepada Allah SWT.
BACA JUGA: 3 Kewajiban Muslimah dalam Menjaga Diri
Izinkan mengutip Ungkapan Indah Sayyid Qutub, “Agama ini mengetahui kelemahan makhluknya bernama manusia yang terkadang jatuh tersungkur ke lembah kekejian karena tarikan jasad, kadang tersulur oleh gejolak daging dan darah sehingga mengumbar syahwat seperti binatang, atau kadang terdorong oleh naluri, bahwa nafsu, ambisi, dan berbagai keinginan untuk melanggar perintah Allah.”
Kini saatnya kita berfikir jernih. Mukmin sejati tentu memaknai penjagaan kesuciaan diri sebagai sebuah perjuangan, bersabar, menahan, dan kedekatan dengan Illahi. Namun, kini sering dalam diri tak mampu menahan diri atas nafsu syahwat yang mengebiri. Sedih hati saat maksiat diri tak terkendali. Sungguh selemah inikah iman dalam diri? Fagfirli.
Apalagi kini, saat berita menghampiri, saat fenomena mulai terjadi, saat muslimah taklagi pandai menjaga diri, saat penampilan “hijab” terlihat lebih trendi dengan dalih “gaul tapi syar’i” namun pada realita sungguh miris terjadi. Bukan maksud merendahkan harga diri kaum mudi “muslimah” tapi ini menjadi keprihatinan dalam diri yang memiliki iman tak setebal para nabi. Sehingga mudah masuk dalam lembah maksiat diri.
Tahukah engkau, bahwa imajinasi kaum lelaki begitu tinggi? (Ah, Malu Rasanya!). Tak apalah, buat pengingat pada diri. Betapa kami bisa menelusur dengan detail bayangan “imajinasi” atas apa yang terjadi. Sehingga kami harus rela terjebak dalam lingkaran bayangan maksiat yang menyesati.
Sekali lagi kami bukan para Nabi yang Imannya Menghujam tajam dalam diri, yang setiap saat bisa terkendali. Kami bukan orang suci terlebih layaknya nabi, setiap saat kami bisa jatuh dan tersungkur dalam maksiat diri. Bantulah kami.
Dan sesekali jangan pernah kau katakan pada kami, “Ah itu sih kan tergantung pribadilah. Kalau pribadinya ngeres sih apa aja juga bisa bikin nafsu!” Please… please…jangan kau katakan itu. Bukankah kau tahu, meski yang kau lihat laki-laki tampak alim nan suci seperti layaknya kyai, tapi ingatlah ada setan yang selalu siap meyesati di manapun yang ia sukai. Bantu aku, agar setan tak lagi menyesati diri. Sesekali ini tak sekadar untuk kebaikan bagi kaum kami, tetapi untuk kaum bersama yang cinta akan Illahi.
Mari kembali merenungkan makna kesucian diri melalui kaidah suci yang telah Allah garisi. Tentu muslim/mah yang baik memahami betapa apa yang Allah perintahi merupakan karunia kemuliaan dan bentuk kehormatan untukmu wahai diri.
Saat nafsu begitu berontak, ketika syahwat begitu menggebu, tetap ada kesucian yang harus dan selalu dijaga mati-matian. Betapa berat memang perjuangan menjaga izzah diri,dan ia hanya takluk pada diri yang diselimuti rasa malu dan pemegang perisai diri “kesabaran”. Sungguh pengagungan yang begitu indah tatkala kita mampu memilih jalan seperti ini.
Terlalu mahal, bila kemolekan dalam diri, kecantikan paras wajah, keindahan bentuk tubuh kau tampilkan secara terbuka di khalayak pasang mata. Tunggulah, sampai nanti ada waktu tepat berhias itu menjadi pahala. Adalah rugi, berhias untuk orang yang belum pasti menjadi pasangan “halal” suami istri nanti. Sementara sekarang kau rela memberikan itu semua dan melanggar perintah Illahi. Tidakah engkau merasa rugi? Atau justru engkau bangga dan happy?
BACA JUGA: Agar Tetap Menjaga Istiqomah
Bidadari tentu pandai menjaga diri. Mempercantik sesuai taklimat illahi. Tak rugi meski banyak yang menghujati. Terlebih dari manusia yang jauh dari Illahi.
Dan tentu Allah lebih cinta pada mereka yang menjaga diri. Dan sesekali ketahuilah wanita-wanita “Penjaga Diri” seperti inilah yang dicari kaum laki-laki tuk jadi isteri, sekalipun dari hati laki-laki yang jauh dari Illahi.
Dan berbahagialah kelak bila nanti menjadi istri kebanggaan suami lewat kesholihahan diri menjaga izzah diri. Dan hingga Allah beri balasan Indahnya Jannah Firdausi. Selamat Menjaga Diri. []