IMAM Ahmad bercerita, “Ibundakulah yang telah menuntun diriku hinggal aku hafal al Qur’an ketika masih berusia sepuluh tahun. Dia selalu membangunkan aku jauh lebih awal sebelum waktu shalat subuh tiba, memanaskan air untukku karena cuaca di Baghdad sangat dingin, lalu memakaikan baju dan kami pun menunaikan shalat semampu kami.”
Usai menunaikan shalat malam, sang ibu pergi ke masjid dengan mengenakan cadar untuk menunaikan shalat shubuh bersama Imam Ahmad semenjak beliau masih berumur sepuluh tahun. Sejak pagi hingga tengah hari, Imam Ahmad terus diajari ilmu pengetahuan oleh sang ibundanya.
BACA JUGA: Imam Ahmad bin Hanbal dan Tukang Roti
Imam Ahmad juga menuturkan, “Anakku, pergilah untuk menuntut ilmu Hadis karena hal itu adalah salah satu bentuk hijrah di jalan Allah!”
Sang ibu mengemas seluruh keperluan sang anak dalam perjalanan, kemudian berkata, “Sesungguhnya Allah jika dititipi sesuatu, Dia akan selalu menjaga titipan tersebut. Jadi, aku titipkan dirimu kepada Allah yang tidak akan membiarkan titipannya terlantar begitu saja.’
Sejak itulah, Imam Ahmad pergi dari sisi sang ibunda tercinta menuju kota Madinah, Makkah dan Shan’a’. Akhirnya, beliau kembali dengan menyandang gelar Sang Imam. Imam Ahmad juga telah memberikan berbagai pengetahuan yang diperlukan umat Islam.
Merekalah yang layak disebut suri tauladan-suri tauladan dari generasi terdahulu, bukan para penari dan artis-artis kenamaan sekarang. Alangkah baiknya Anda dapat mencontoh dan meniti jalan kehidupan seperti mereka! Semoga Allah berkenan menjadikan kita sebagai salah seorang yang dikumpulkan dengan suri tauladan-suri tauladan tersebut di Surga dan telaga-telaganya sebagai tempat kembali di sisi Dzat Raja Diraja lagi Maha Perkasa. (Rasaail Ila Mu’minah, Muhammad bin Riyadh Ahmad).
Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau adalah seorang ahli fikih sekaligus pakar hadits di zamannya. Perjuangan besarnya yang selalu dikenang sepanjang masa adalah perjuangan membela akidah yang benar. Sampai-sampai ada yang menyatakan, Imam Ahmad menyelamatkan umat Muhammad untuk kedua kalinya. Pertama, Abu Bakar menyelematkan akidah umat ketika Rasulullah wafat dan yang kedua Imam Ahmad lantang menyerukan akidah yang benar saat keyakinan sesat khalqu Alquran mulai dilazimkan.
Sekilas Imam Ahmad: Nasab dan Masa Kecilnya
Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani. Imam Ibnu al-Atsir mengatakan, “Tidak ada di kalangan Arab rumah yang lebih terhormat, yang ramah terhadap tetangganya, dan berakhlak yang mulia, daripada keluarga Syaiban.” Banyak orang besar yang terlahir dari kabilah Syaiban ini, di antara mereka ada yang menjadi panglima perang, ulama, dan sastrawan. Beliau adalah seorang Arab Adnaniyah, nasabnya bertemu denga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun 164 H/780 M. Saat itu, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia dimana para ahli dalam bidangnya masing-masing berkumpul untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu.
BACA JUGA: Sosok Imam Ahmad, Penghafal 1 Juta Hadist
Dengan lingkungan keluarga yang memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal di lingkungan pusat peradaban dunia, tentu saja menjadikan Imam Ahmad memiliki lingkungan yang sangat kondusif dan kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.
Imam Ahmad berhasil menghafalkan Alquran secara sempurna saat berumur 10 tahun. Setelah itu ia baru memulai mempelajari hadits.
Sama halnya seperti Imam Syafii, Imam Ahmad pun berasal dari keluarga yang kurang mampu dan ayahnya wafat saat Ahmad masih belia. Di usia remajanya, Imam Ahmad bekerja sebagai tukang pos untuk membantu perekonomian keluarga. Hal itu ia lakukan sambil membagi waktunya mempelajari ilmu dari tokoh-tokoh ulama hadits di Baghdad. []
SUMBER: KISAHISLAM.NET | JEULINGKE-GP-BANDAACEH.AC.ID