SELAIN Imam Al-Bukhari sebagai tokoh sentral yang sangat berjasa dalam hal pengkajian shahih tidaknya sebuah hadits, terdapat juga tokoh central lainnya dalam bidang periwayatan hadits yang melakukan klasifikasi mana hadits yang shahih dan mana hadits yang dhaif yaitu Imam Muslim.
Imam Muslim ini adalah murid kesayangan dari Imam Bukhari.
Pekerjaan di bidang keilmuan hadits yang dilakukan oleh Imam Muslim sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Bukhari, hampir tidak dapat lagi dilakukan oleh sarjana-sarjana muslim, kecuali hanya sekedar mengeritik apa yang telah dilakukan oleh keduanya.
Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an Naisaburi. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur tahun 202 H atau 817 M. Naisabur, saat ini termasuk wilayah Rusia.
Dalam sejarah Islam, Naisabur dikenal dengan sebutan Maa Wara’a an Nahr, daerah-daerah yang terletak di belakang sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.
BACA JUGA:Â Imam Ahmad dan Tukang Roti
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun.
Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berpikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan; di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya.
Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H.
Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
BACA JUGA:Â Imam yang Memiliki Madzhab: Imam HanafiÂ
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya.
Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam kitab shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan.
Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan.
Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari.
BACA JUGA:Â Ketika Imam Syafi’i Menuntut Ilmu
Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah al-Qur’an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan tasawwuf dalam dunia Islam.
Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa.
Dalam riwayat hidup Imam Muslim tersebutlah dapat menjadi gambaran bagi kita tentang pentingnya mencari ilmu. Kegigihan Imam Muslim yang terus mencari sumber-sumber tentang hadits Rasulullah menjadikannya seorang ulama yang tersohor dikalangan umat Muslim.
Hadits-hadits yang Imam Muslim ciptakan dapat dipercaya keshahihannya. Hal itu menunjukkan bahwa, dengan kerja keras dan kesungguhan dalam mencari ilmu maka akan mengangkat derajat seseorang. []
SUMBER: MISTERRAKIB | KEMENAG | BIOGRAFI-IMAM-MUSLIM