SAHABAT mulia Islampos, seperti diketahui di kalangan muslim, terdapat 4 mazhab besar dalam Islam. Imam Mazhab tersebut bahkan ada yang hidup di zaman yang sama, yakni Imam Hanafi dan Imam Malik. Lantas, siapa yang lebih berilmu di antara keduanya? Imam Syafi’i, imam mazhab berikutnya pun mengemukakan pendapatnya terkait hal tersebut.
Suatu ketika, Imam Al Laits bin Sa’ad menemui Imam Malik dan bertanya kepadanya. “Saya lihat engkau mengusap keringat dari alis matamu?”
“Saya merasa tidak punya apa-apa ketika bersama Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli Fikih,” jawab Imam Malik.
Setelah bertemu dengan Imam Malik, Imam Al-Laits bin Sa’ad kemudian menemui Imam Hanafi. Dia menyampaikan ucapan pujian Imam Malik kepadanya, “Bagus sekali ucapan Imam Malik terhadap anda.”
BACA JUGA: Perbedaan Mazhab Fikih, Haruskan Jadi Perselisihan?
Imam Hanafi pun menjawab, “Demi Allah, saya belum pernah melihat orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna melebih Imam Malik.”
Kedua ulama besar itu saling memuji satu sama lain.
Namun, apa kata Imam Syafi’i tentang keilmuan kedua imam mazhab pendahulunya itu?
Imam Syafi’I merupakan murid Imam Maliki. Namun, dia tidak hidup sezaman dengan Imam Abu Hanifah, pelopor mazhab Hanafi.
Pada kisah yang ditulis oleh Abdul Aziz Asy-Syinawi dalam kitabnya yang berjudul Biografi Imam Mazhab disebutkan bahwa suatu ketika, Muhammad bin Hasan (murid Imam Hanafi) pernah menanyai Imam Syafi’i: “Mana yang lebih alim, guruku (Imam Hanafi) atau gurumu (Imam Malik)?”
“Kamu mau aku berkata jujur?” Imam Syafi’i balik bertanya.
“Ya,” jawab Muhammad bin Hasan.
“Siapa lebih menguasai Alquran, guruku atau gurumu?” tanya Muhammad bin Hasan.
BACA JUGA: Ada 4, Inilah Biografi Imam Mazhab Fikih
“Sudah tentu, gurumu,” jawab Imam Syafi’i.
Muhammad bin Hasan kembali bertanya, “Siapa lebih menguasai as-sunnah, guruku atau gurumu?” tanya Muhammad bin Hasan.
“Sudah tentu, gurumu,” jawab Imam Syafi’i.
“Siapa lebih menguasai fatwa sahabat, guruku atau gurumu?” tanya Muhammad bin Hasan.
Imam Syafi’i menjawab, “Sudah tentu, gurumu.”
Lalu Imam Syafi’i mengatakan, “Yang tersisa tinggal qiyas. Dan, qiyas hanya bisa dilakukan berdasarkan ketiga perkara di atas. Jika tidak mengetahuinya atas dasar apa ia akan melakukan qiyas?”
Qiyas adalah penetapan suatu hukum dan perkara baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Qiyas digunakan sebagai salah satu sumber hukum Islam setelah Alquran, sunah, dan Ijma ulama. []
SUMBER: REPUBLIKA