SATU saat Imam asy Syafi’i ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya?
Wajah asy-Syafi’i memerah, pipinya rona delima. “Karena,” jawabnya dengan mata menyala. “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”
Ia ditanya lagi, dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berkata, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”
Asy-syafi’i terdiam. Ia menunduk. Ia Mmenangis setelah sesak sesaat, ia berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba, dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya”
Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, ‘Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang – orang yang beriman’, bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?”
Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya terguncang – guncang. “Agar menjadi pelajaran.”
Ia terisak, “Agar menjadi pelajaran.”
Ia tersedu, “Agar menjadi pelajaran.”
Ia tergugu. Lalu ia bangkit dari duduknya. Matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian. Sesungguhnya zina adalah hutang-hutang, sungguh hutang dan salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!” []