BILA bertemu santri tidak membawa buku, beliau akan bertanya, “Mengapa tidak bawa buku?”
Bila bertemu santri membawa buku dan tidak dibaca, beliau akan bertanya, “Mengapa buku dibawa tapi kok enggak dibaca?”
Bila ada kelas kosong, beliau akan masuk dan mengajar.
BACA JUGA: Iblis Kalahkan Kyai, Tipu Daya Iblis
Bila ada dua kelas kosong, beliau akan masuk menjelaskan sebentar dan menyimpan kopiahnya di meja guru.
Para santri tak ada yang berani ribut atau meninggalkan kelas dengan kehadiran kopiah itu. Lalu pindah ke kelas yang satunya lagi untuk mengajar.
Pernah suatu kali beliau langsung keluar dari kelas yang diajarnya dan lupa mengambil peci dari kelas pertama yang ditinggalkannya.
Meski pun sudah jam pulang, para santri tak ada yang berani pulang. Hingga satu kelas berempuk dan sepakat ketua kelas untuk menghadap beliau ke rumahnya.
“Apakah Kiyai akan kembali ke kelas sehingga kami harus menunggu?”
Beliau minta maaf dan santri boleh pulang.
Suatu hari dengan memakai kaos oblong warna putih cap kodok, beliau keluar rumah. Selembar handuk kecil untuk menyeka keringat tersampat di pundanya.
Bila keluar rumah seperti ini, beliau biasanya membawa alat pertukangan seperti palu, obeng, tang, dan sebagainya.
Biasanya beliau keliling sekolah, memasuki kantor, dan memeriksa kelas untuk berbenah.
Bila ada plang yang pakunya longgar, beliau keluarkan palu dan memakunya. Papan tulis miring, dibetulkannya. Meja reyot, diperbaikinya.
Kursi goyang,dikuatkannya. Engsel pintu reyot, dipasaknya biat kuat. Dan kerusakan yang tidak bisa diperbaikinya, beliau catat dan minta tolong tukang untuk memperbaikinya.
Salah seorang muridnya yang saat ini menjadi pengasuh PM Nurul Haromain NTB, KH Hasanain Juaini, menceritakan pernah berpapasan dengan Kiyai Zarkasyi. Di depan mereka ada sobekan Koran, kiyai berkata, “Pungut!”
Sang murid memungutnya dan bergegas hendak membuangnya ke tong sampah, tapi kiyai mencegah dan memerintahkan membacanya. Melihat korannya sudah lama dan lusuh, sang murid menjawab, “Maaf Pak Kiyai, ini Koran lama.”
Kiyai Zarkasyi menatap sang murid, dan kontan saja murid itu merinding.
“Ya Bunayya, korannya memang lama, tapi apa kamu sudah membacanya atau belum?”
Kiyai meminta sang murid duduk dan membaca potongan koran usang itu. Usai baca sang murid berdiri hendak pergi, tapi Kiyai menahannya. Lalu meminta potongan Koran itu dan menanyai sang murid tentang apa yang dibacanya.
“Hampir 50 pertanyaan yang bersumber dari satu alinea saja bahan bacaan itu, tentu saja saya KO berat,” kenang sang murid.
Di ujung peristiwa Kiyai berkata, “Anak Lombok, ya? Makanya kalau membaca jangan setengah-setengah. Belum lima menit saja sudah lupa. Baca yang bagus. Mocone sing telaten.”
BACA JUGA: Mudah Menghafal Al-Qur’an seperti Kyai Moenawwir
Tak tersisa waktu luang baginya, bila pun ada waktu untuk rehat beliau gunakan untuk membaca. Pada tahun 1981, saat sang murid KH Hasanain Juaini masih kelas 5, Kiyai Zarkasyi memberikan wejangan untuk santri-santrinya:
“Di dalam rumah saya ada aturan, bahwa anak-anak saya yang sedang tidak membaca akan disuruh bekerja terus, terus, terus, sampai dia meminta waktu untuk istirahat, dan istirahatnya adalah untuk membaca. Hanya anak yang sakit saja yang boleh tidak membaca dan tidak bekerja.”
Semoga kita bisa meniru beliau. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wafuanhu.
KH Imam Zarkasyi (1910-1985) merupakan salah satu dari Trimurti pendiri Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Saat itu beliau berusia 16 tahun, bersama dua orang kakak KH Zainuddin Fananie (18 tahun), dan KH Ahmad Sahal (20 tahun), kakak beradik ini bahu membahu menghidupkan Islam melalui pesantren. []