SECARA bahasa (Arab), kata iman berakar kata amana – yu’minu – imanan yang secara harfiyah (etimologis) artinya percaya dengan yakin.
Secara istilah yakni pembenaran dalam hati pengakuan dengan lisan dan amal dengan anggota badan. Bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Atau disebut juga lima nun:
DEFINISI IMAN MENURUT AHLUS SUNNAH WALJAMA’AH
الايمان : 5 نونات
Yaitu diringkas : LIMA NUN ;
1⃣. اليقين بالجنا ن
1. Al-Yaqinu bil jina n
(Diyakini dalam hati)
2⃣. القول باللسا ن
2. Alqoulu bil lisa n
(Diucapkan dengan lisan)
3⃣. العمل بالأركا ن
3. Al’Amalu bil arka n
(Dilakukan dengan perbuatan)
4⃣. يزيد بطاعة الرحما ن
4. Yazidu bito’atir rohma n
(Iman bertambah karena taat kepada arRohman)
BACA JUGA: Disebutkan dalam Al-Qur’an, Inilah 8 Golongan Orang Beriman yang Dicintai Allah
5⃣. ينقص بالعصيا ن
5. Yanqusu bil ishya n
(Iman berkurang karena kemaksiyatan)
(مختصر الشرح كتابالتوحيد، لالشيخ الفوزان).
Iman itu harus murni. tidak boleh bercampur dengan apapun. Atau 100%.Iman dan akidah adalah istilah yang menunjukkan keyakinan melalui pembuktian (dengan Nash naqli(tertulis) dan aqli (proses berpikir) yang diwujudkan dalam amal.
Dalam kitab Fathul bari iman terdapat 69 cabang, melingkupi amalan hati, lisan, badan dan hubungan dengan masyarakat. Iman cenderung kepada pembahasan amalan hati.
Cabang tertinggi adalah kalimat laailaahaillallah. Tidak sekedar mengucapkan karena orang munafik juga bisa mengucapkannya.
Cabang terendah yakni membuang gangguan di jalanan. Jika dengan menyingkirkan kayu di jalanan diperintahkan dalam Islam bagaimana mungkin Islam mengajarkan kekerasan teroris dan keburukan.
Cabang di tengah adalah malu. Mengapa?
Karena malu adalah bagian dari iman yang mendatangkan sebab melakukan cabang-cabang iman yang lainnya. Malu juga adalah akhlak Islam bisa mendorong seseorang taat dan bisa menghindarkan dari perbuatan maksiat.
Konsekuensi iman:
Mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya yaitu dengan cara ittiba kepada RasulNya
Bukti iman
QS Al ankabut ayat 2- 3.
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?
BACA JUGA: Makna Rukun Iman
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ
Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.
(Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)) Makna ayat ini adalah bahwa Allah tidak akan membiarkan manusia tanpa diuji dan diberi cobaan. Mereka tidak akan dibiarkan mengatakan “kami telah beriman” tanpa mendapat ujian.
(mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?) Yakni sedang mereka tidak diberi cobaan dalam harta dan diri mereka. Kenyataannya tidak seperti yang mereka sangka, mereka harus diuji dengan perintah berjihad, kemiskinan, mara bahaya, dan lain sebagainya, agar jelas siapa yang jujur dalam keimanannya dan siapa yang munafik, siapa yang benar dan siapa yang bohong. (Tafsir almuyassar)
Ingin dicintai Allah mengatakan beriman berarti siap untuk diuji.
Seperti: ujian ketaatan QS Ali Imron ayat 31 dan 81
Ujian cinta QS Ali Imron 31 dan QS al-baqarah ayat 165, QS attaubah ayat 24 dan QS almaidah ayat 54
Pengorbanan QS attaubah ayat 111
Ujian komitmen QS Ali Imron ayat 31 QS Ali Imron ayat 81 QS an-nisa ayat 59 dll
Karakter beriman
Tidak khawatir dengan rezeki
Tidak berbuat Karena manusia
Tidak berharap kepada manusia
Ridho dengan ujian
Berbuat bukan untuk pujian
Menjaga lisan
dan lain-lain
Ciri pribadi mukmin
Asluha tsabitun (akarnya menghujam dalam tanah)
Far’uhaa fis samaa’ (batangnya dan rantingnya menjulang ke langit)
Tu’ti ukulaha kulla hinin biidzni robbina
(Memberikan buahnya seizin robbnya)
BACA JUGA: 8 Penyebab Lemahnya Iman
Sudahkah kita jujur dalam beriman?
Paham dengan ilmu dan konsekuensinya.
Jangan-jangan kita masih lemah dalam beriman sebagaimana dalam
QS alankabut: 10:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ فَاِذَآ اُوْذِيَ فِى اللّٰهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللّٰهِ ۗوَلَىِٕنْ جَاۤءَ نَصْرٌ مِّنْ رَّبِّكَ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّا كُنَّا مَعَكُمْۗ اَوَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَعْلَمَ بِمَا فِيْ صُدُوْرِ الْعٰلَمِيْنَ
Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, “Kami beriman kepada Allah,” tetapi apabila dia disakiti (karena dia beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu sebagai siksaan Allah. Dan jika datang pertolongan dari Tuhanmu, niscaya mereka akan berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada di dalam dada semua manusia?
Hal yang paling penting dalam masalah ujian adalah perkara imannya bukan bentuk ujiannya karena ujian receh bisa saja membuat orang depresi dan sebaliknya ujian berat ternyata perkara biasa buat sebagian orang.
Oleh karena itu berusahalah setiap saat untuk menambah keimanan dengan menjalankan setiap ketaatan yang diperintahkan Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. []