Iman tidak semudah yang dibayakan manusia, namun juga tidak sulit, semuanya tergantung dari manusia yang menyikapinya, jika keimanan hadir dari hati paling dalam tentunya tidak akan sulit untuk menjalani konsekuensi dari iman tersebut.
Dr.Ahmad Zain An-Najah, pakar ilmu Fiqih lulusan Al-Azhar, Kairo, Mesir mengatakan, “iman tidak hanya diucapkan akan tetapi juga diyakini dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan. “
Jika keimanan kepada Allah Subhanahu Wata’ala hanya kita yakini bahwa Allah adalah Tuhan yang berhak kita ibadahi, itu tidak cukup! Iman juga perlu kita ucapkan.
Iman yang hanya diyakini dalam hati namun tidak diucapkan seperti paman Rasulullah, Abu Thalib.
Abu Thalib menyakini risalah yang Rasulullah bawa, ia mendukung da’wah Rasulullah. Dan menjadi tameng bagi Rasulullah saat Rasulullah diganggu oleh kafir Quraisy.
Rasulullah bagitu sangat sedih ketika paman tercintanya wafat, dan sangat sedih ketika membayangkan pamannya akan berada didalam neraka. Paman yang sangat Rasulullah cintai namun hingga akhir hayatnya, ia tidak menyatakan beriman.
Iman yang hanya diucapkan dan diyakini tanpa ada bukti perbuatan akan seperti Fir’aun, ia menyakini apa yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihi salam namun karena sifat angkuhnya ia tidak mengucapkan dengan lisannya, dan ia mengucapkan beriman saat ajal menjemputnya.
Sedangkan iman yang hanya diucapkan dan dibuktikan dengan perbuatan tanpa diyakini dengan hati, akan seperti orang-orang munafik. Diluar ia terlihat beriman namun nyatanya ia bukanlah orang beriman,dan tempat orang munafik adalah neraka.
Karena itu, iman yang sempurna yang akan mengantarkan seseorang ke surga Allah, yaitu iman yang diucapkan dengan lisan,diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Perbuatan yang tentunya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.