MENGUCAPKAN “saya beriman” memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya dengan itu kemudian seseorang menjadi sempurna imannya. Ketika seseorang memproklamirkan dirinya beriman, ia memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima.
Demikianlah tuntutan dari iman tersebut. Artinya, mengikrarkan keimanan konsekuensinya adalah siap untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai ataupun tidak disukai.
BACA JUGA: Pengertian Iman kepada Hari Akhir atau Hari Kiamat
Konsekuensi iman ini banyak macamnya. Kesiapan kita untuk menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah SWT termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah SWT dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah SWT juga konsekuensi iman.
Menghamba di hadapan Allah SWT dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan itu adalah konsekuensi iman. Mengamalkan seluruh syariat Allah SWT itu merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan Allah dan Rasulullah tentang perkara-perkara ghaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau itu merupakan konsekuensi iman.
Meninggalkan segala apa yang dilarang AllahSWT dan Rasulullah SAW maka itu merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanaan syariat Allah SWT, mencintai serta membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an,
الٓمٓ ١ أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣
“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (QS. al-’Ankabut: 1-3)
Al-Imam As-Sa’di dalam tafsir ayat ini mengatakan, “Allah SWT telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya ada keimanan, tidak dibiarkan berada hanya dalam satu keadaan, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena jika seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya) niscaya tidak akan bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang pura-pura beriman. Dan tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”
BACA JUGA: Inilah Syarat Diterimanya Ibadah
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqash ra)
Jelasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Artinya, mengucapkan dengan lisan dan beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan di mana konsekuensinya itu adalah amal. []
SUMBER: ALQURAN-SUNNAH