JAKARTA—Dalam Diseminasi Hasil Penelitian mantan NII, GAFATAR, deportan ISIS Returni, pengaruh peran keluarga masih dianggap penting membendung hal ini. Penelitian ini dilakukan Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) bekerja sama dengan PPIM UIN Jakarta dan UNDP.
“Orang terdekat masih sangat penting dalam perekrutan kelompok pro kekerasan dan oleh karena itu bisa jadi orang terdekat yang sudah sadar sangat efektif dalam menyadarkan teman-temannya,” kata Direktur Eksekutif IMCC Robi Sugara di Komunitas Salihara, Jalan Salihara Jati Padang, Pasar Minggu Jakarta Selatan, Senin (19/2).
Robi mengungkapkan, contoh menarik dilakukan oleh NII Crisis Center, sebuah kelompok yang menampung para mantan NII yang dipimpin oleh Sukanto.
“Konsep (narasi) hijrah, jihad, mati syahid, negara islam/khilafah, akhir jaman, janji kesejahteraan ekonomi masih menjadi daya tariksebagai alat perekrutan atau dijadikan sebagai modus untuk pengumpulan uang dalam kasus NII,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata dia pentingnya peran keluarga (orang terdekat) dan peran tokoh masyarakat, agama dalam menjelaskan konsep-konsep yang sering digunakan sebagai alat perekrutan oleh kelompok radikal pro kekerasan.
Robi menekankan, faktor kekecewaan (disillusionment) bisa menjadi indikator awal yang penting untuk asesmen Penanganan kelompok radikal pro kekerasan guna ditindak lanjuti untuk ke tahapan program deradikalisasi.
“Sebab tidak semua yang mengalami proses kekecewaan, lantas keluar menjadi moderat. Oleh karena itu, intervensi dari banyak pihak sangat dibutuhkan,” pungkasnya.
Dirinya menambahkan, dalam kasus returni dan deportan, mereka yang merasakan kekecewaan adalah mereka yang merasakan langsung fakta di lapangan dengan membandingkan antara narasi yang diambil dari media dengan fakta langsung tidak sesuai.
“Oleh karena itu, kesaksian mereka yang sudah merasakan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan bahayanya kelompok-kelompok radikal pro kekerasan,” jelasnya. []
Reporter: Rhio