JAKARTA — Tagar #TerimaKasihGusDur menjadi salah satu trending topic di Twitter bertepatan dengan perayaan Imlek di Indonesia, yang tahun ini jatuh pada 5 Februari 2019.
Warganet membubuhkan tagar #TerimaKasihGusDur itu dengan berbagai unggahan, mulai dari quote berisi kata-kata bijak mendiang Gus Dur, ucapan terima kasih kepada Gus Dur, hingga imbauan menjaga NKRI. Ada pula yang mengaitkan tagar tersebut dengan pilihan politik.
BACA JUGA: Selain Indonesia, di 8 Negara Ini juga Ada Tradisi Mudik
“Terima kasih Gus Dur. Yang telah berjasa menjadikan semua warga negara menjadi setara dengan penerbitan Keppres Nomor 6/2000. Keppres itu kemudian menjadikan etnis Tionghoa mulai merayakan Imlek secara terbuka,” terang @triadela6.
“#TerimakasihGusDur perjuangan kontoversial, hari ini terbukti menyatukan bangsa dalam kerukunan dan kemajuan. (Tawasuth, Tasamuh dan I’tidal),” tulis @enjangsugianto.
“Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan,” demikian perkataan Gus Dur dalam sebuah gambar yang diunggah oleh @AmelWinata.
“Tidak penting apapun agama atau sukumu…Kalau kamu bisa berbuat baik untuk semua orang,orang tidakpernah tanya agamamu,” demikian quote lainnya dari Gus Dur yang diunggah oleh beberapa warganet dengan membubuhkan tagar #TerimaKasihGusDur.
#TerimakasihGusDur telah memberi contoh toleransi yg sangat berpengaruh bagi kami pic.twitter.com/XHK5nxSuk9
— Rudi Gunawan (@Rudigunawan925) February 6, 2019
Rupanya, tagar tersebut merujuk pada jasa besar mantan presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang pada masa kepemimpinannya telah menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Sekaligus membolehkan masyarakat Tionghoa memperingatinya.
Adapun Di masa Orde Baru, perayaan Imlek masih digelar tertutup oleh masyarakat Tionghoa. Bahkan, larangan perayaan Imlek di masa orba itu secara terbuka diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tiongkok.
Presiden Soeharto menginstruksikan etnis Tionghoa agar menggelar perayaan agama atau adat istiadat dalam lingkungan keluarga,
Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000, sehingga masyarakat Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek secara terbuka.
Selain karena kebijakannya yang menyudahi diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, Gus Dur juga sempat membuat gempar karena pengakuannya sebagai keturunan China tulen.
Pria yang merupakan cucu dari ulama besar NU, Hasyim As’ari, ini mengatakan, “Saya ini China tulen sebenarnya, tetapi ya sudah nyampurlah dengan Arab, India,” ungkap Gus Dur, seperti diberitakan Kompas.com pada 30 Januari 2008 silam.
BACA JUGA: Tahun Baru, Hanya 1 Januari?
Berdasarkan cerita Gus Dur, dia merupakan keturunan dari Putri Cempa yang menjadi selir dengan raja di Indonesia. Dari situ, Putri Cempa memiliki dua anak, yakni Tan Eng Hwan dan Tan A Hok. Tan Eng Hwan kelak dikenal sebagai Raden Patah, sementara Tan A Hok adalah seorang mantan jenderal yang sempat menjadi duta besar di China. Dari garis Raden Patah itulah kemudian Gus Dur mengaku mendapatkan keturunan Tionghoa-nya.
Pengakuan Gus Dur ini juga sempat dikuatkan oleh tokoh NU lainnya, Said Aqil Siradj, pada tahun 1998, seperti yang dituliskan dalam buku Gus Dur Bapak Tionghoa Indonesia.
Gus Dur dinobatkan sebagai “Bapak Tionghoa Indonesia” pada 10 Maret 2004, di Kelenteng Tay Kek Sie. Gus Dur hadir dalam penobatan itu dengan berkursi roda dalam balutan busana cheongsam lengkap. []
SUMBER: KOMPAS