JAKARTA— Surat kabar Israel, Haaretz, dalam laporan bertajuk “Revealed: Israel’s Cyber-spy Industry Helps World Dictators Hunt Dissidents and Gays,” membeberkan bahwa ada otoritas di Indonesia yang membeli software mata-mata Israel untuk menyasar aktivis LGBT dan kelompok dari agama minoritas di Tanah Air.
Peranti lunak buatan perusahaan Israel ini digunakan untuk memata-matai dan menyusun sebuah database berisi daftar aktivis-aktivis pembela hak komunitas LGBT di Tanah Air.
BACA JUGA: Kemkominfo Berupaya Pulihkan Operator Komunikasi Pasca Gempa Bumi Sulawesi Tengah
Selain menyusun data base aktivis LGBT, software buatan perusahaan Israel itu juga dimanfaatkan untuk menyelidiki seorang “tokoh publik non-Muslim yang dituding melakukan bid’ah.” Sayang, tak dijelaskan siapa tokoh publik non-Muslim tersebut.
Software mata-mata yang dimaksud adalah buatan Verint, sebuah perusahaan peranti lunak asal Israel yang beroperasi di beberapa negara di dunia, mulai dari Afrika, Timur Tengah, hingga Amerika Latin.
Mengutip laporan penelusuran Suara.com, di Jakarta, tepatnya di bilangan Karet, Jakarta Pusat, terdapat sebuah kantor milik Verint System Inc yang bergerak di bidang peranti lunak.
Verint sendiri, dalam laporan Haaretz, memiliki sejumlah produk software mata-mata yang digunakan oleh berbagai negara. Perusahaan itu awalnya berdiri menggunakan nama Comverse Technology dan bergerak di bidang intelijen.
Kini, perusahaan yang bermarkas di Herzliya, Tel Aviv, Israel itu memiliki 5.200 pegawai di beberapa negara.
Menganggapi hal ini, Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu mengaku tidak mengetahui soal informasi tersebut.
BACA JUGA: Kemkominfo Sebut Tak Bisa Jamin Pemilu Bebas Buzzer
“Kominfo tidak memakai sofware itu. Mesin crawling kami cuma mesin biasa,” kata lelaki yang akrab disapa Nando itu, mengacu pada mesin penapis yang digunakan Kominfo untuk menyaring konten-konten negatif di internet Indonesia.
Sementara ketika ditanya soal penggunaan software Verint untuk menyusun data base aktivis LGBT dan menyelidiki tokoh publik tertentu di Tanah Air, Nando mengaku tidak tahu.
“Belum tentu informasinya valid,” imbuhnya. []
SUMBER: SUARA