JAKARTA—Penutupan Masjid Al-Aqsha oleh otoritas Israel sejak dua pekan lalu dan pemasangan alat pendeteksi logam di pintu masuk Masjid dinilai telah merenggut hak kebebasan beribadah umat Muslim dunia.
Sebagai Negara yang bermayoritas Muslim, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah Indonesia mulai mendorong pemulihan hak beribadah di Masjidil Aqsha bagi Muslim seluruh dunia.
“Hingga saat ini kita bergerak kepada hal teknis, terutama mengenai masalah pemuliham hak-hak beribadah karena itu menjadi konsen kita menyusul dibatasinya hak-hak beribadah umat Islam di Masjidil Aqsha,” kata Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Retno juga menekankan bahwa umat Islam di seluruh dunia menganggap Masjidil Aqsha adalah tempat suci. Karena itu, wajar terjadi aksi di berbagai negara berpenduduk Muslim yang mengecam penutupan Masjid Al-Aqsha.
“Ini adalah kiblat pertama umat Islam, karena itu sensitivitasnya sangat tinggi,” ungkap Retno saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.
Kemudian, pemerintah Indonesia juga mengajak Negara-negara sahabat di Dewan Keamanan PBB untuk mengembalikan hak umat Muslim tempat suci tersebut.
“Semua menyampaikan konsennya, ada kekhawatiran jika eskalasi tidak dapat diturunkan, maka dampaknya akan lebih banyak dan luas lagi,” terangnya.
Retno juga mengaku telah berkomunikasi dengan Menlu Turki, Menlu AS, dan Sekjen OKI membahas masalah-masalah di Palestina. Terlebih soal penutupan Masjid Al-Aqsha oleh Zionis Israel.
Hasil dari pembicaraannya dengan lintas Negara itu akan disampaikan ke Jordania sebagai pihak yang berwenang menjaga Masjid Al-Aqsha dan menjamin kebebasan umat Muslim beribadah di dalamnya.
“Dengan Jordania saya merencanakan melakukan komunikasi kembali untuk menyampaikan apa yang sudah saya bahas dengan Menlu Turki, Menlu AS, dan Sekjen OKI,” ujarnya.
Meski demikian, Menlu RI itu menyebutkan bahwa semua pihak yang dihubunginya berpendapat sama, yakni perlu penanganan masalah di Palestina.
“Bahkan, AS setuju perlunya status quo—tidak ada larangan bagi semua Muslim beribadah—di kompleks itu,” tutur Retno.
Retno menyebutkan, Palestina merupakan jantung politik luar negeri Indonesia sesuai mandat konstitusi.
“Setiap napas politik luar negeri kita selalu ada Palestina. Untuk mengaddres itu, ini kita berada di garis terdepan membantu perjuangan Palestina,” pungkasnya. []
Sumber: Republika