DEN HAAG–Indonesia berpotensi menjadi kiblat dan destinasi kajian Islam di dunia. Menurut Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, ada beberapa alasan potensi besar Indonesia jadi kiblat kajian Islam.
“Pertama, karakter keberagamaan di Indonesia relatif lebih kompatibel dengan modernitas dan demokrasi,” kata Kamaruddin di Masjid Al Hikmah, Den Haag, Selasa (28/3/2017).
kamaruddin menambahkan, keberagaman karakter ini justru menjadi sisi lemah negara Timur Tengah walaupun sebagai tempat lahirnya Islam (origin of Islam).
“Hubungan agama dan negara di beberapa negara lain, seperti Pakistan juga belum harmonis dan masih cenderung ekaplootatif,” ungkap Kamaruddin, dilansir Republika, Selasa (28/3/2017).
“Kedua, 43 persen Muslim di Indonesia berada pada rentang usia 25 tahun ke bawah,” katanya. “Bahkan Indonesia saat ini sedang berproses untuk menikmati bonus demography di tengah2 aging population,” tambah Kamaruddin.
Selanjutnya yang ketiga, Kamaruddin menjelaskan “Indonesia memiliki ribuan madrasah dan pesantren dan semuanya secara massif mengajarkan Islam rahmatan lil alamin,” jelasnya.
Keempat, Indonesia memiliki struktur sosial keberagamaan yang kuat seiring keberadaan NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya.
“Semuanya mengusung moderatisme Islam. Kalau Islam Indonesia hari ini compatible dengan modernitas dan demokrasi, maka itu tidak bisa dilepaskan dari keunggulan Indonesia tersebut,” tuturnya.
Sebagai kiblat yang potensial, sudah saatnya Islam Indonesia dipromosikan ke Eropa dan Barat. Tawaran Islam Indonesia atau Islam. Diharapkan dapat mengurai persoalan akulturasi budaya seiring adanya kecurigaan dan ketakutan dalam relasi Islam dan Eropa.
“Di sinilah, Islam Indonesia bisa memberikan tawaran model alkukturasi. Islam Nusantara menjadi implementasi cerdas dialog Islam dengan realitas budaya,” terangnya.
“Tentu tidak arif membawa Islam Nusantara secara total ke Belanda. Tapi itu bisa jadi Benchmark dalam proses dialog Islam dengan partikularitas di Belanda,” tandasnya. []